Scroll untuk baca artikel
Film

Sinopsis Film A Time to Kill: Ketika Hukum Diuji Nurani Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

×

Sinopsis Film A Time to Kill: Ketika Hukum Diuji Nurani Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Sebarkan artikel ini
Sinopsis film A Time to Kill
Sinopsis film A Time to Kill sebuah Film yang diperankan oleh Matthew McConaughey Bioskop Trans TV Hari ini Minggu 2 November 2025 pada pukul 23.00 WIB malam ini

Salah satu adegan paling menggetarkan muncul menjelang akhir persidangan. Jake Brigance, yang nyaris kehilangan segalanya karena membela Carl Lee, akhirnya menyampaikan pembelaan penutupnya.

Ia meminta juri membayangkan gadis kecil yang disiksa secara brutal, lalu menutup dengan kalimat menghentak: “Sekarang bayangkan dia berkulit putih.” Kalimat itu bagai palu godam bagi kesadaran yang tertidur.

“A Time to Kill” tak berpretensi sebagai film objektif. Ia secara terang memihak: bahwa hukum harus menyertakan rasa keadilan, bukan hanya teks undang-undang. Kritik pun datang dari berbagai penjuru.
Sebagian kalangan hukum menuduh film ini romantik dan membenarkan vigilantisme. Tapi Schumacher dan Grisham seakan berkata: dalam dunia yang tidak adil, akankah kita tetap berlindung di balik prosedur?

Samuel L. Jackson menampilkan performa akting yang kuat, penuh kemarahan dan cinta ayah yang tak terbendung.

Sementara McConaughey tampil meyakinkan sebagai pengacara yang bergulat antara ketulusan dan kepentingan pribadi.

Sandra Bullock sebagai Ellen Roark, aktivis hukum Harvard yang membela Carl Lee, memperkaya narasi dengan perspektif progresif dan keberanian intelektual perempuan muda.

Namun film ini tak lepas dari kritik. Ada yang menilai tokoh Jake Brigance terlalu diselamatkan sebagai “pahlawan kulit putih” yang datang menolong.

Isu ketimpangan struktural dan peran komunitas kulit hitam kurang tergali dalam konteks yang lebih luas.

Baca Juga  Sinopsis Film The Dark Tower: Aksi Idris Elba Mencegah Penyihir Menghancurkan Semesta Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Walau begitu, Schumacher tetap berhasil menampilkan gambaran masyarakat Selatan Amerika yang terbelah oleh kebencian masa lalu dan harapan masa depan.

A Time to Kill: Ketika Hukum Diuji Nurani

Relevansi “A Time to Kill” tak lapuk oleh waktu. Di tengah dunia yang masih dipenuhi ketidakadilan rasial, diskriminasi sistemik, dan kegagalan hukum memberi rasa aman pada semua warganya.

Film ini menjadi pengingat bahwa keadilan bukan soal apa yang tertulis, tetapi apa yang dirasakan bersama.

Bahwa kadang kala, seseorang harus memilih antara taat pada hukum atau membela kebenaran.

Indonesia sendiri tak asing dengan dilema serupa. Ketika hukum dianggap mandul dan keadilan terasa jauh, muncul banyak “pembela” yang memilih jalur kekerasan, dari warga yang main hakim sendiri hingga tokoh publik yang menjustifikasi kekerasan atas nama keadilan.

Kita tahu bahwa ini bukan jalan keluar. Tapi kita juga tahu, ketimpangan dan ketidakadilan adalah bahan bakar bagi keputusasaan.

“A Time to Kill” bukan sekadar film. Ia adalah percakapan panjang tentang apa arti keadilan dalam dunia yang tidak sempurna.

Film ini menyuguhkan pertanyaan yang akan terus menggema di ruang sidang, meja redaksi, dan ruang keluarga: Bila Anda ada di posisi Carl Lee, akankah Anda lakukan hal yang sama?