5. Tari Sirih Kuning: Tarian Penyambutan Penuh Simbol Kehormatan
Tari Sirih Kuning sering dibawakan untuk menyambut tamu kehormatan atau dalam upacara pernikahan adat Betawi. Warna kuning sendiri dalam budaya Betawi melambangkan kebahagiaan, kemakmuran, dan keberkahan.
Tarian ini memiliki struktur berpasangan, meniru Tari Cokek, tetapi dengan nuansa yang lebih sopan dan elegan. Para penari biasanya mengenakan busana bergaya Tionghoa dengan tambahan aksesori khas seperti tusuk konde, bunga, dan cadar.
Dengan iringan lagu “Sirih Kuning” yang sangat dikenal, tarian ini memberikan kesan ramah dan bersahaja kepada para tamu, menjadi simbol keramahtamahan masyarakat Betawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
6. Tari Nandak Ganjen: Ungkapan Ekspresi Masa Remaja
Tari Nandak Ganjen menggambarkan fase penting dalam kehidupan remaja perempuan. Kata “nandak” dalam bahasa Betawi berarti menari, sedangkan “ganjen” berarti genit atau centil. Maka tarian ini adalah ekspresi anak gadis yang mulai mengenal dunia luar dan mulai mencari jati diri.
Tari ini sarat dengan gerakan ringan, genit, dan lincah, cocok untuk anak-anak dan remaja. Kostum yang dikenakan berupa kebaya tiga warna—merah, kuning, dan hijau, disertai ikat pinggang emas serta rambut dikonde dengan tusuk emas, memperlihatkan semangat muda yang penuh warna.
Sebagai sarana pendidikan budaya, tarian ini juga menyampaikan pesan bahwa masa remaja perlu diarahkan dengan nilai-nilai positif, bukan sekadar dibiarkan bebas tanpa arah.
7. Tari Ronggeng Blantek: Representasi Kecantikan Gadis Betawi

Tari Ronggeng Blantek merupakan tarian modernisasi dari Tari Topeng Blantek dan diciptakan oleh Wiwik Widiastuti sebagai bagian dari program pengembangan budaya Betawi oleh Pemprov DKI Jakarta. Tarian ini menggambarkan sosok gadis Betawi yang cantik, ramah, dan sopan.
Kata “blantek” berasal dari bunyi alat musik pengiring yang berbunyi “blang-tek-tek”. Gerakannya enerjik namun tetap elegan, menunjukkan keselarasan antara kekuatan dan kelembutan wanita Betawi.
Keberhasilan tarian ini tidak main-main. Ia berhasil meraih penghargaan internasional di Italia pada 1987 dalam ajang Tempio de Oro. Prestasi tersebut menjadi bukti bahwa tarian Betawi mampu bersaing di panggung dunia.
Pelestarian Tarian Betawi sebagai Warisan Budaya yang Berharga
Sebagai warisan budaya bangsa, tarian Betawi bukan hanya milik masyarakat Jakarta, tetapi juga milik seluruh rakyat Indonesia. Setiap gerakan dalam tarian menyimpan cerita, nilai moral, spiritualitas, dan semangat kolektif yang harus terus dirawat dari generasi ke generasi.
Upaya pelestarian bisa dilakukan dengan mengajarkan tarian ini di sekolah, menampilkan di festival budaya, dan menjadikan tarian ini bagian dari atraksi wisata budaya. Taman Mini Indonesia Indah, Setu Babakan, dan sejumlah gedung kesenian di Jakarta adalah tempat terbaik untuk menyaksikan langsung keindahan dan keunikan tarian tradisional Betawi.
Melestarikan tarian Betawi berarti menjaga akar budaya Indonesia tetap kokoh di tengah arus globalisasi. Jadikan tarian ini sebagai kebanggaan, bukan hanya tontonan. (*)
Halaman : 1 2