Karya ini mendapat sorotan internasional dari berbagai media, termasuk di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.
Banyak pihak mempertanyakan validitas klaim “etis” tersebut, dan mempertanyakan apakah penggunaan bagian tubuh manusia dalam dunia fesyen merupakan bentuk seni, atau pelecehan terhadap martabat manusia.
Akibat kontroversi ini, sejumlah komunitas akademik dan etis bahkan menyerukan investigasi atas sumber tulang manusia tersebut, karena berpotensi melanggar hukum internasional terkait human remains trafficking.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jejak Digital di Wilayah Konflik: Petualangan yang Membawa Masalah
Arnold Putra juga dikenal sebagai seorang digital adventurer. Ia sering mengunjungi daerah-daerah konflik seperti Papua, hutan Amazon, kawasan Timur Tengah, hingga Myanmar.
Dalam setiap perjalanan, ia kerap mendokumentasikan pengalaman ekstremnya melalui media sosial dengan narasi antropologis dan seni eksploratif.
Namun, kehadiran seorang warga asing di wilayah konflik, apalagi dengan aktivitas yang tidak jelas tujuannya, bisa menimbulkan kecurigaan dari rezim berkuasa. Inilah yang diyakini sebagai pemicu utama dugaan penahanan Arnold Putra oleh junta militer Myanmar.
Dugaan Keterlibatan dengan Pemberontak Myanmar
Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, anggota DPR Abraham Sridjaja menyebut bahwa seorang WNI berusia 33 tahun—yang kemudian dispekulasikan publik sebagai Arnold Putra—ditahan dengan tuduhan mendanai kelompok pemberontak di Myanmar.
Menurut Abraham, sosok tersebut sebenarnya hanya seorang kreator konten, dan tidak memiliki niatan untuk ikut campur dalam konflik militer Myanmar.
Namun, karena pendekatannya yang tidak lazim, serta kegiatan eksplorasi wilayah sensitif, junta Myanmar menganggap kehadirannya sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional mereka.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, telah dihubungi oleh pihak DPR untuk segera menangani kasus ini. Upaya diplomatik sedang diupayakan dengan dua jalur:
1. Amnesti dari Junta Myanmar
Pemerintah berharap bisa melakukan pendekatan kemanusiaan dan diplomatik untuk meminta pengampunan terhadap WNI tersebut, jika memang terbukti tidak bersalah dan tidak memiliki afiliasi politik dengan pemberontak.
2. Deportasi melalui Jalur Diplomasi
Jika pendekatan amnesti tidak berhasil, maka jalur deportasi menjadi alternatif, agar yang bersangkutan segera dipulangkan ke Indonesia tanpa harus menjalani proses hukum militer di Myanmar, yang dikenal kejam dan tidak transparan.
Sayangnya, hingga kini identitas resmi WNI yang ditahan belum diumumkan secara publik oleh pemerintah, meskipun spekulasi semakin kuat bahwa itu adalah Arnold Putra.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya