Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU TNI secara jelas mengatur bahwa tugas pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat hanya bersifat perbantuan kepada Polri, bukan kewenangan utama.
Lebih dari itu, penggunaan senjata api oleh TNI di wilayah sipil terikat aturan ketat.
“Tidak bisa sembarangan apalagi sampai menewaskan warga sipil — apalagi anak-anak. Ini pelanggaran HAM berat, hak hidup tidak bisa ditawar,” tegas Dinda.
Desakan untuk Hakim & Pangdam
KontraS Sumut mendesak Ketua Pengadilan Militer I-02 Medan agar memberikan perhatian serius dan hakim berani menolak tuntutan jaksa.
“Majelis hakim harus berani mengambil jalan yang adil, memutus dengan vonis yang setimpal. Equality before the law tidak boleh hanya jargon,” ujarnya.
Jika vonis nanti tidak berpihak pada keadilan, KontraS meminta Pangdam I/Bukit Barisan segera memproses pemecatan prajurit pelaku.
“Slogan TNI bersama rakyat harus dihidupkan, bukan hiasan baliho belaka,” tutup Dinda.











