Namun, vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Militer I-02 justru menuai kekecewaan. Praka Saut Maruli Siahaan hanya dijatuhi 7 bulan 24 hari penjara, sementara Praka Dwi Maulana Kusuma divonis 9 bulan. Dua terdakwa lainnya, Rizki Akbar Maulana dan Wandi, menerima hukuman 1 tahun 5 bulan, dikurangi masa tahanan.
Bagi KontraS Sumut, putusan ini jelas mencerminkan preseden buruk.
“Pengadilan Militer I-02 Medan melanggengkan budaya impunitas yang melindungi institusinya. Prinsip fair trial dan imparsialitas diabaikan, sementara korban dikesampingkan,” tegas Armalia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hak Asasi yang Dilanggar
Penyerangan oleh prajurit Yon Armed 2/KS dinilai melanggar hak atas rasa aman masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Bahkan, tindak kekerasan ini juga bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI serta UU No. 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
“Seorang prajurit yang menyebabkan korban jiwa seharusnya dihukum maksimal dan diberhentikan. Bukan malah diberi vonis ringan yang melecehkan rasa keadilan publik,” tulis KontraS dalam dokumen Amicus Curiae.
Kritik terhadap Oditur Militer
KontraS juga menyoroti sikap Oditur dalam persidangan yang dianggap tidak objektif. Alih-alih menggali fakta penyerangan, pertanyaan yang diajukan justru mengarah pada isu perdamaian, tali asih, hingga mengaitkan sosok Dewa Sembiring sebagai pemicu keributan.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya