Mengesampingkan asumsi sebelumnya tentang paternitas yang ditetapkan melalui pernikahan.
Putusan tersebut menyatakan bahwa ketika bukti ilmiah membuktikan ketidakmungkinan biologis, praduga paternitas dalam yurisprudensi Islam tidak dapat dipertahankan.
“Ini bukan hanya tentang hukum; ini tentang kebenaran,” kata Al Sabbagh, seperti dikutip Gulf News.
“Meskipun dia telah menjadi ayah selama bertahun-tahun, realitas biologis kini telah terkonfirmasi, dan dengan itu muncul kejelasan hukum,” ujarnya.
Pengadilan mengacu pada prinsip-prinsip yurisprudensi Ja’fari, yang mengakui paternitas melalui praduga perkawinan, pengakuan, dan kesaksian,
Tetapi hanya jika hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam atau fakta ilmiah yang tak terbantahkan.
Oleh karena itu, pengadilan memerintahkan penghapusan nama pria tersebut dari semua dokumen resmi yang mengidentifikasinya sebagai ayah.
Dan meminta pertanggungjawaban instansi pemerintah untuk mengubah catatan hukum anak-anak tersebut.












