Ancaman itu berulang. Ia kembali diminta membuat video klarifikasi lain terkait dugaan perusakan mobil polisi. Semua diarahkan oleh Kompol Dedi Kurniawan.
Alih-alih mengusut dugaan penganiayaan, Kacak dan dua rekannya justru dilaporkan balik oleh Kompol Dedi Kurniawan dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Laporan itu diterima SPKT Polda Sumut dengan Nomor LP/B/1233/VII/2025/Polda Sumut, tertanggal 31 Juli 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dua rekan Kacak yang ikut dilaporkan sama sekali tak ada kaitan. Mereka hanya mendampingi Long March ke Jakarta,” kata Hafiz.
Legislator Minta Kompol Dedi Kurniawan Dimutasi
LBH Gelora menilai pola ini bagian dari kriminalisasi sistematis. Aparat yang dilaporkan melakukan kekerasan justru membalik perkara dengan pasal karet pencemaran nama baik.
Tiga anggota DPR yang menerima laporan itu sepakat, tindakan Kompol Dedi Kurniawan tidak bisa ditoleransi. Mereka mendorong Polri menjatuhkan sanksi tegas, termasuk mutasi keluar dari Sumatera Utara.
“Kalau benar terjadi, layak dipindah ke Papua agar tidak lagi menimbulkan korban,” ujar Hafiz menirukan sikap para legislator.
Kasus ini menambah panjang daftar aduan warga terkait kriminalisasi aparat di Sumatera Utara. Pertanyaan besar pun muncul: sampai kapan pola serupa dibiarkan berulang tanpa evaluasi menyeluruh di tubuh kepolisian?
Sebelumnya, Kacak Alonso memulai langkahnya dari Tanjungbalai pada 2 Agustus 2025 dengan tujuan bertemu Presiden Prabowo Subianto, Kapolri, Komisi III DPR-RI, dan Kompolnas.
Dengan langkah sederhana, Kacak membawa pesan besar: hukum seharusnya menjadi pelindung, bukan alat penindas.
Penulis : M Agustian
Editor : Muchlis
Halaman : 1 2