Lebih parah lagi, dalam persidangan di PN Lubuk Pakam tahun 2021, ditemukan satu AJB yang penjualnya telah meninggal dunia sebelum dokumen itu ditandatangani.
“Melalui fakta itu, kuat dugaan adanya praktik pemalsuan dokumen dan indikasi mafia tanah,” tegas Tommy.
Bakumsu: “Ini Kejahatan Korporasi!”
Bakumsu menilai praktik mafia tanah merupakan bentuk kejahatan korporasi yang tidak hanya merugikan masyarakat kecil, tapi juga merusak tatanan hukum agraria dan melanggar hak asasi manusia.
Mereka pun mendesak agar Kejaksaan, Polri, dan Kementerian ATR/BPN RI, yang tergabung dalam Satgas Anti Mafia Tanah, segera membongkar jaringan yang melibatkan korporasi, pejabat, dan aparat lokal yang memperjualbelikan tanah rakyat dengan dokumen palsu.
“Jangan tebang pilih! Kejahatan korporasi harus diungkap agar publik tahu siapa yang bermain di dalamnya,” tutup Tommy dengan nada tegas.
Kasus Ciputraland Jadi Momentum
Desakan ini muncul setelah Kejati Sumut menahan tiga orang terkait kasus pengalihan lahan PTPN I Regional I melalui kerja sama operasi (KSO) dengan PT Ciputraland.
Mereka yang ditahan adalah mantan Kepala Kanwil ATR/BPN Sumut (2022–2024), Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang (2023–2025), dan Direktur anak perusahaan PTPN I.
Bakumsu menilai momentum ini seharusnya menjadi pintu masuk membongkar jaringan mafia tanah yang lebih luas di Sumut, termasuk yang menimpa masyarakat kecil seperti warga Rambung Baru-Bingkawan.












