“Pasal-pasal ini justru membuka peluang kriminalisasi dan penyalahgunaan kewenangan. Itu sangat berbahaya,” tegas Irvan.
Pengawasan Yudisial Diperlukan dalam Upaya Paksa
LBH Medan juga menilai revisi tersebut tidak memberikan mekanisme pengawasan yang jelas terhadap tindakan upaya paksa seperti penangkapan dan penggeledahan. Tanpa kontrol dari lembaga yudikatif, menurut Irvan, warga semakin rentan menghadapi tindakan semena-mena.
“Seharusnya penangkapan dan penggeledahan diawasi oleh lembaga peradilan yang independen, bukan sepenuhnya diserahkan kepada aparat,” ujarnya.
Desak DPR RI Batalkan Paripurna Pembahasan RKUHAP
Atas dasar itu, LBH Medan mendesak DPR dan pemerintah menghentikan rencana rapat paripurna untuk mengesahkan revisi KUHAP.
Mereka meminta pembahasan dilakukan ulang secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas.
“Kami mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak menggelar paripurna, meninjau ulang seluruh pasal bermasalah, dan menerima masukan masyarakat sipil,” kata Irvan.
Ancaman Praktik Transaksional Berkedok Restorative Justice
Irvan juga menyebutkan kekhawatiran lain: potensi penyalahgunaan konsep restorative justice jika revisi ini disahkan tanpa pengawasan yang ketat.
“Kalau disahkan dalam bentuk sekarang, praktik transaksional bisa marak dengan dalih restorative justice. Semua orang bisa kena, semua berpotensi jadi korban,” tutupnya.












