TOPIKSERU.COM, MEDAN – Kejaksaan menghentikan penuntutan terhadap empat kasus pidana di Sumatera Utara melalui keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan empat kasus tersebut salah satunya adalah tindak pidana suami yang menganiaya istri di Kota Gunungsitoli.
Berawal dari rasa cemburu, Elman Zebua menganiaya Leniria Waruwu alias Ina Wilsen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa ini berawal saat Elman pulang ke rumah dan bersih-bersih. Seusai mandi, dia tiba-tiba menuduh istrinya telah berselingkuh dan menarik rambut korban.
Tak hanya itu, Elman juga membenturkan kepala korban ke dinding rumah sehingga mengakibatkan bagian kening luka lebam dan karena takut korban kemudian lari kearah rumah tetangganya.
Satu jam kemudian, korban kembali ke rumah untuk melihat kondisi tersangka apakah sudah tenang.
Ternyata tersangka kembali memukul korban dengan cara meninju bagian kepala berkali-kali dengan kedua tangan tersangka.
Atas hal itu, korban merasa takut serta merasa sakit dan lari keluar rumah untuk menemui perangkat Desa Orahili Tumori, Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli.
Korban meminta perangkan desa mendampingi korban untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Tersangka pun ditangkap.
Saat mediasi pada pertengahan Agustus 2024 lalu oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Gunungsitoli, korban menyampaikan bahwa lukanya sudah sembuh dan sudah dapat melakukan aktivitas.
Tersangka pada pertemuan itu menyampaikan permohonan maaf dan mengakui bahwa perbuatannya itu karena emosi dan cemburu kepada korban.
Pasangan suami istri ini akhirnya berdamai dan rujuk kembali demi 3 buah hati mereka.
4 Kasus Dihentikan
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI menyetujui perkara tersebut untuk dilakukan penghentian penuntutan perkara melalui restorative justice (RJ).
Penghentian penuntutan itu berlangsung di ruang Vidcon lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution, Kota Medan, Selasa (10/9).
Selain perkara tersebut, lanjut Yos, ada beberapa perkara yang juga mereka lakukan dengan pendekatan humanis.
Perkara masing-masing yang diajukan Kejaksaan Negeri Pematangsiantar dengan tersangka Hendra Pratama Napitu melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
Selanjutnya, perkara dari Kejari Gunungsitoli dengan tersangka Elman Zebua Alias Ama Wilsen melanggar Pasal 44 ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a dari Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Perkara dari Kejari Tanjung Balai dengan tersangka Rapael Bernard melanggar Pasal 310 ayat (3) Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta dari Kejari Binjai dengan tersangka Adi Saputra melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP,” ujar Yos A Tarigan.
Yos menyampaikan penghentian empat perkara ini dengan menerapkan Perja No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.
Seperti perkara penganiayaan suami terhadap istrinya di Gunungsitoli.
Esensi yang menjadi perhatian JPU adalah tersangka merupakan kepala keluarga dan ayah dari 3 orang anak.
Selanjutnya, tersangka juga harus bertanggung jawab terhadap kebutuhan istri dan anak-anaknya.
“Proses penghentian penuntutan 4 perkara ini telah melalui beberapa tahapan dengan syarat tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Kemudian antara tersangka dan korban telah berdamai dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” pungkasnya.