Secara etik dan hukum, merekam hubungan seksual hanya dibenarkan jika dilakukan atas dasar kesepakatan dua pihak. Ikhsan menekankan pentingnya batasan moral dan kesadaran digital:
“Sebisa mungkin tidak sembarangan merekam video adegan seksual. Terutama, jika muncul kekhawatiran pasangan bisa saja memperlihatkan kepada temannya dan meningkatkan potensi rekaman tersebut tersebar,” jelasnya.
Bila pasangan tetap memilih merekam, maka sebaiknya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
-
File disimpan di tempat yang sangat aman dan terenkripsi.
-
Tidak menggunakan cloud atau platform daring sebagai tempat penyimpanan.
-
Membuat perjanjian tertulis jika perlu, untuk menjamin privasi.
Pandangan Psikolog: Antara Stimulasi Seksual dan Kelainan Perilaku
Psikolog dari Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, menyampaikan bahwa tindakan merekam video seksual umumnya dilandasi oleh keinginan mendapatkan kepuasan pribadi.
“Ada tendensi untuk memuaskan dirinya, dalam artian dia terbiasa melakukan itu. Ketika tidak merekam, maka tidak mendatangkan kepuasan,” ujar Ratna, seperti dikutip dari Kompas.
Ratna juga menyebutkan bahwa bagi sebagian orang, menonton video sendiri dianggap lebih etis dibanding menonton video orang lain. Namun bila ini menjadi kebiasaan, bisa menjadi indikasi awal gangguan psikoseksual.
Fetishisme dan Narsisme: Ketika Video Syur Jadi Bentuk Kepuasan
Shierlen Octavia, psikolog klinis dari Personal Growth, menyatakan bahwa fenomena merekam video seksual masuk dalam bentuk fetishism.
“Keinginan untuk merekam video porno saat melakukan hubungan seksual adalah salah satu bentuk fetishism,” ungkap Shierlen.
Ia menjelaskan bahwa fetishism adalah dorongan seksual yang muncul karena aktivitas atau objek tertentu — dalam hal ini, merekam dan menonton video dirinya sendiri.
Shierlen juga menambahkan bahwa:
“Pengalaman mendokumentasikan diri secara erotis menjadi cara membuat mereka merasa seksi dan percaya diri,”
Namun ketika hal ini mulai mengganggu fungsi harian, seperti pekerjaan, relasi sosial, hingga mengganggu pasangan, maka itu adalah sinyal dibutuhkannya intervensi medis dan psikologis.
Halaman : 1 2 3 4 5 6 Selanjutnya