-
Simanjuntak
-
Situmorang
-
Hasibuan
-
Aruan
-
Hutapea
-
Manurung
Masyarakat Batak Toba berpegang pada falsafah Dalihan Na Tolu, yang mengajarkan nilai saling menghormati, keseimbangan sosial, dan kebersamaan antar marga.
Filosofi hidup mereka dirangkum dalam tiga cita-cita luhur:
Hagabeon (banyak keturunan), Hamoraon (kemakmuran), dan Hasangapon (kehormatan).
Tradisi seperti Mangulosi (pemberian kain ulos sebagai tanda restu), Mangalahat Horbo (upacara adat besar), serta pesta pernikahan adat Batak Toba menjadi simbol kehangatan dan kebanggaan budaya.
Etos kerja tinggi, disiplin, dan semangat pendidikan menjadikan masyarakat Batak Toba banyak melahirkan tokoh nasional ternama seperti T.B. Simatupang, Amir Sjarifuddin, hingga Sitor Situmorang.
5. Marga Batak Pakpak – Warisan Leluhur dari Tanah Dairi
Kelompok terakhir adalah Batak Pakpak, yang mendiami wilayah Dairi, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, hingga sebagian Aceh Singkil.
Mereka dikenal sebagai masyarakat yang menjaga keaslian adat dan nilai leluhur dengan keteguhan luar biasa.
Beberapa marga terkenal di kalangan Batak Pakpak antara lain:
-
Bintang
-
Berutu
-
Lingga
-
Ujung
-
Tinambunan
Sistem sosial mereka dikenal dengan istilah Sulang Silima, yaitu lima unsur kehidupan yang mengatur tatanan sosial dan adat.
Tradisi seperti Mangmang (ritual doa leluhur) dan Pesta Mejuah-juah (upacara syukur) masih dilestarikan hingga sekarang.
Menariknya, penelitian arkeologis menunjukkan bahwa leluhur Pakpak memiliki jejak migrasi panjang yang menghubungkan mereka dengan pendatang dari India Selatan ribuan tahun silam, sebelum akhirnya menetap di Sumatera Utara.
Makna Filosofis Marga dalam Kehidupan Masyarakat Batak
Dalam pandangan masyarakat Batak, marga adalah napas kehidupan dan lambang kehormatan.
Melalui marga, seseorang tidak hanya mengenal keluarganya, tetapi juga memahami jati dirinya sebagai bagian dari komunitas besar yang memiliki tanggung jawab sosial dan moral.
Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya antara lain:
-
Marsiadapari – saling menghormati dan menjaga hubungan sosial
-
Marsipature Hutanabe – membangun kampung halaman
-
Marsialap Ari – saling menolong dan peduli sesama
Marga bukan sekadar simbol kebanggaan, tetapi juga penopang nilai gotong royong, solidaritas, dan cinta tanah leluhur. Di manapun orang Batak berada — dari pedesaan di Tapanuli hingga kota besar di perantauan — mereka tetap membawa identitas marganya dengan penuh kebanggaan.
Kesimpulan
Lima marga Batak tertinggi di Sumatera Utara — Karo, Mandailing, Simalungun, Toba, dan Pakpak — bukan hanya penanda garis keturunan, melainkan juga penjaga warisan budaya dan filosofi kehidupan yang kaya makna.
Melestarikan marga berarti melestarikan jati diri bangsa. Ia menjadi pengingat bahwa kemajuan zaman tidak boleh menghapus akar budaya yang membentuk karakter dan kebijaksanaan masyarakat Batak sejak ratusan tahun lalu.
Sebagaimana pepatah Batak berkata,
“Marga do tonding ni ompunta” – Marga adalah jiwa dari leluhur kita.






