“Bagi saya, satu orang bisa membaca Al-Qur’an itu satu kemenangan besar. Itu bisa jadi amal jariyah saya,” tutur Jamilah, sang pengidola Syekh Abdurrahman as-Sudais.
Ustazah Jamilah Mengabdi 10 Tahun
Lebih dari 1.000 orang telah disentuh tangannya dalam satu dekade. Ia menularkan bukan hanya huruf hijaiyah, tetapi juga kasih sayang, kesederhanaan, moderasi beragama, dan cinta damai.
Jamilah membuktikan bahwa dakwah tak melulu mimbar, tapi bisa berwujud tikar lusuh di beranda rumah warga, di mana huruf-huruf suci dibacakan perlahan. Itulah jihadnya: memastikan Kalamullah tak berhenti di kota, tetapi bergema sampai dusun paling sunyi.
Dari Non-PNS ke PPPK: Pengakuan Langit, Persetujuan Bumi
Pada 2024, negara akhirnya mendengar langkahnya. Ustazah Jamilah diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kementerian Agama. Baginya, status baru ini bukan tujuan akhir.
“Bukan status yang saya kejar, tapi keberkahan. Menjadi PPPK bukan akhir, ini babak baru,” katanya pelan.
Kini, dengan pengakuan resmi, Jamilah merancang mimpi baru “program literasi Qur’ani yang lebih luas, terstruktur, dan berkelanjutan”.
Tak Akan Berhenti
Hingga kini, saban sore Jamilah tetap menenteng Iqra’, menyapa lorong-lorong, merangkul tangan-tangan gemetar yang ingin membaca Kalamullah.
Ia teladan bagi para Penyuluh Agama Islam lainnya: bahwa pengabdian sunyi pun bisa menggema ke langit, lalu bergaung kembali di bumi.
“Selama masih ada yang belum bisa membaca Al-Qur’an, saya akan terus berjalan,” pungkasnya.












