Setiap selesai sholat zuhur berjamaah, ia selalu mengingatkan siswa untuk melakukan perbuatan baik sekecil apa pun. “Hal tersebut saya ingatkan setiap hari agar anak-anak mengambil keberkahan dari mushala,” ujarnya kepada Topikseru.
Putra kemudian rutin memantau CCTV mushala. Dari situlah ia melihat Abdul dan Siti kerap membersihkan mushala. “Karena senantiasa melihat mereka terus yang masuk CCTV, saya tidak bilang anak-anak sekalian lagi, jadi langsung sebut Abdul Siti,” tuturnya kepada Topikseru.
Pernyataan ini ternyata berdampak pada Aqil. Ia merasa dirinya tidak pernah disebut. Hingga suatu hari, Putra mendapati Aqil sengaja pulang belakangan. “Saya datangin, kenapa tidak pulang, dia bilang sebentar lagi. Saya tinggal pulang. Selesai makan saya lihat dari CCTV, Aqil diam-diam membersihkan mushala. Dia mondar-mandir sembari menunggu guru terakhir sholat di mushala,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari momen itulah, Putra merekam cuplikan CCTV dan membagikannya di media sosial. Tidak disangka, unggahan itu viral.
Bukan Anak yang Paling Pintar, Tapi Paling Menginspirasi
Menariknya, ketiga anak ini bukanlah murid yang disebut paling pintar di kelas. Putra mengaku sebagai guru, ia melihat sisi lain dari murid-muridnya. “Dalam belajar ketiga anak ini bukan yang pintar sekali. Tapi mereka punya kelebihan di bagian lain. Terutama dalam hal kebaikan ini, mereka bisa memberikan teladan untuk sekolah,” ujarnya kepada Topikseru.
Bagi Putra, keberhasilan pendidikan tidak selalu diukur dari nilai rapor atau prestasi akademik. Justru akhlak mulia yang muncul dari tindakan kecil, seperti menyapu mushala atau menolong teman, lebih penting sebagai bekal hidup.
Dukungan Pemerintah dan Lingkungan
Viralnya kisah Aqil, Abdul, dan Siti sampai ke telinga pemerintah daerah. Pemkab Deli Serdang bahkan datang langsung ke sekolah, memberikan apresiasi berupa perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, hingga seragam baru.
Langkah ini disambut baik oleh masyarakat dan orang tua murid, yang melihat bahwa jerih payah sederhana anak-anak tidak luput dari perhatian.
Di sisi lain, kisah ini juga menjadi bahan refleksi. Banyak orang tua yang tersentuh, bahwa pendidikan karakter anak bukan hanya lahir dari ruang kelas, tetapi dari kebiasaan sehari-hari, terutama ketika anak-anak mampu berinisiatif sendiri tanpa paksaan.
Simbol Kecil, Pesan Besar
Apa yang dilakukan Aqil dan kawan-kawan mungkin terlihat sepele. Membersihkan mushala, merapikan meja, atau menata sajadah adalah pekerjaan ringan. Namun dalam kacamata publik, aksi itu justru terasa langka di tengah zaman ketika anak-anak lebih akrab dengan gawai ketimbang sapu.
Aqil, Abdul, dan Siti mengingatkan kita bahwa kepedulian sosial dan cinta pada kebersihan bisa dimulai sejak dini. Tanpa gembar-gembor, tanpa permintaan pujian, mereka melakukannya diam-diam. Hingga kamera CCTV mengungkap kebiasaan itu, dan seluruh negeri belajar darinya.
Kisah tiga bocah SD dari Deli Serdang ini bukan sekadar cerita viral yang cepat dilupakan. Ada nilai luhur yang terkandung: ketulusan, tanggung jawab, serta jiwa sosial yang kuat. Orang tua mereka bangga, guru mereka terharu, dan masyarakat terinspirasi.
Jika sekolah adalah tempat mencetak generasi masa depan, maka Aqil, Abdul, dan Siti sudah membuktikan satu hal penting: nilai sejati pendidikan bukan semata-mata angka di rapor, melainkan kebiasaan baik yang melekat di hati.
Mereka mungkin bukan murid paling pintar di kelas, tetapi di mata publik, merekalah teladan kecil dengan pesan besar.
Penulis : Mangara Wahyudi
Editor : Muchlis
Halaman : 1 2