Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebut kondisi ini sebagai “ancaman terbesar terhadap stabilitas ekonomi nasional dalam jangka pendek.”
“Indonesia bukan lagi eksportir minyak bersih. Setiap kenaikan harga minyak akan langsung terasa dampaknya ke APBN, terutama di sektor subsidi dan defisit transaksi berjalan,” kata Yusuf.
Investor Kabur ke Aset Aman
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketidakpastian geopolitik juga memicu arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia. Investor cenderung menarik dana mereka dari pasar negara berkembang untuk mengalihkan ke aset safe haven seperti dolar AS, emas, atau surat utang negara-negara maju.
“Efek psikologis ini menguatkan tekanan terhadap kurs rupiah, yang akhirnya memicu kekhawatiran lanjutan pada sisi fiskal,” tambah Yusuf.
Pelemahan rupiah secara langsung meningkatkan beban impor, terutama untuk BBM dan pangan, yang dapat mendorong kenaikan harga dalam negeri. Selain itu, beban subsidi energi pemerintah akan membengkak seiring depresiasi nilai tukar dan kenaikan harga minyak.
Pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit antara mempertahankan daya beli masyarakat dengan subsidi yang besar atau menyesuaikan harga energi yang berisiko memicu inflasi lebih lanjut.
Halaman : 1 2