Topikseru.com – Polemik revisi RUU Penyiaran memanas di Kompleks Parlemen Senayan. TikTok Indonesia, bersama Google, YouTube, dan Meta, secara tegas meminta agar platform digital berbasis user generated content (UGC) tak disamaratakan dengan penyiaran konvensional dalam satu regulasi.
“Tidak dalam regulasi yang sama dengan penyiaran konvensional,” kata Hilmi Adrianto, Head of Public Policy and Government Relations TikTok Indonesia, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panja RUU Penyiaran Komisi I DPR RI, Selasa (15/7).
UGC Beda Jalur
Hilmi menekankan, platform UGC seperti TikTok berjalan di jalur berbeda dibanding televisi atau layanan OTT. Konten di TikTok dibuat, diunggah, dan didistribusikan langsung oleh pengguna individu maupun bisnis, bukan diproduksi atau dikurasi penuh oleh platform.
“Sebaliknya, lembaga penyiaran tradisional memproduksi dan mengatur jadwal kontennya secara tertutup,” jelasnya.
Selain itu, volume konten UGC jauh lebih masif dan tak terbatas. Moderasi pun menggunakan kombinasi teknologi dan tim manusia.
Sedangkan TV konvensional punya jadwal siaran terbatas dan melalui proses kurasi yang ketat sebelum ditayangkan.
“Model bisnisnya berbeda. UGC mendorong partisipasi aktif pengguna, UMKM, dan kreator. TV konvensional berfokus pada konsumsi pasif,” ujar Hilmi.
TikTok pun menegaskan mendukung aturan, tapi mendorong kerangka moderasi konten tetap diatur Kementerian Komunikasi dan Digital, bukan disatukan dalam RUU Penyiaran.












