1. Kontroversi Plagiarisme Muryanto Amin dan Polemik Pemilihan Rektor U
Kasus dugaan plagiarisme yang menyeret Muryanto Amin, rektor terpilih Universitas Sumatera Utara (USU) periode 2021–2026, menjadi salah satu kontroversi akademik terbesar dalam sejarah perguruan tinggi negeri tersebut. Polemik ini bukan hanya menyangkut integritas seorang akademisi, tetapi juga mempertaruhkan kredibilitas institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Artikel ini membahas secara mendalam latar belakang kasus, proses investigasi, hingga implikasi bagi dunia akademik.
Awal Mula Polemik Plagiarisme di USU
Pemilihan Rektor USU periode 2021–2026 seperti yang dilansir dari tempo, awalnya berjalan seperti biasa, hingga muncul laporan dugaan self-plagiarism atau autoplagiasi yang dilakukan oleh Muryanto Amin. Dugaan tersebut berawal dari sebuah email yang dikirim ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan kemudian diteruskan ke pihak USU.
Email itu menyoroti karya ilmiah Muryanto berjudul “A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra” yang dipublikasikan di jurnal Man in India pada September 2017. Karya tersebut diduga memiliki kemiripan yang sangat tinggi dengan disertasi doktoralnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi laporan tersebut, pihak USU membentuk Tim Komite Etik dan Tim Penelusuran Dugaan Plagiat yang diketuai oleh Jonner Hasugian. Dalam prosesnya, tim melibatkan berbagai ahli, termasuk:
-
Ahli hukum hak cipta dari Universitas Pelita Harapan Jakarta
-
Akademisi dari Universitas Mataram
-
Akademisi dari Universitas Gadjah Mada
-
Seorang ahli penerjemah
Menggunakan perangkat lunak pendeteksi plagiarisme, tim menemukan fakta mencengangkan: 80–90 persen isi empat jurnal karya Muryanto Amin serupa dengan disertasinya. Bahkan, ditemukan adanya duplikasi publikasi di beberapa jurnal berbeda, baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris.
Selain itu, salah satu artikel mencantumkan nama dua dosen lain sebagai penulis, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan langsung dengan tema penelitian. Hal ini menimbulkan dugaan adanya pelanggaran etika penulisan ilmiah.
Berdasarkan hasil investigasi, Rektor USU saat itu, Prof. Runtung Sitepu, menjatuhkan sanksi akademik terhadap Muryanto Amin melalui Surat Keputusan Rektor USU Nomor 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 tertanggal 14 Januari 2021.
Isi keputusan tersebut antara lain:
-
Menunda kenaikan pangkat dan golongan selama 1 tahun.
-
Mewajibkan Muryanto Amin mengembalikan insentif yang diterimanya atas publikasi artikel tersebut.
Sanksi ini dinilai setara dengan hukuman yang pernah dijatuhkan kepada dosen-dosen lain di USU yang terbukti melakukan pelanggaran serupa. Namun, mengingat posisi Muryanto sebagai calon rektor terpilih, kasus ini menimbulkan polemik lebih besar.
Pro dan Kontra Pelantikan Rektor USU
Pelantikan Muryanto Amin sebagai rektor terpilih dijadwalkan pada 28 Januari 2021 sesuai surat dari Kemendikbud. Namun, muncul perdebatan tajam di internal Majelis Wali Amanat (MWA) USU.
-
Pihak yang menolak pelantikan berpendapat bahwa kasus plagiarisme harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum ia bisa resmi dilantik. Sekretaris MWA, Prof. Guslihan Dasa Tjipta, menegaskan bahwa “MWA tidak akan melantik sebelum ada kejelasan sikap dari Menteri.”
-
Pihak yang mendukung pelantikan mengacu pada surat resmi dari Kemendikbud yang tetap menetapkan jadwal pelantikan. Menurut juru bicara Muryanto, Edy Ikhsan, keputusan menteri menjadi dasar kuat untuk melanjutkan prosesi pelantikan meski ada kontroversi.
Polemik ini membuat proses transisi kepemimpinan USU penuh ketegangan, terlebih masa jabatan Rektor Runtung Sitepu berakhir pada 27 Januari 2021.
2. Kasus Dugaan Nepotisme dan Konflik Kepentingan
Belakangan, Prof. Muryanto juga diterpa isu mengenai dugaan nepotisme dan konflik kepentingan terkait jabatan struktural di USU maupun posisinya di BUMN (PTPN V). Isu ini semakin ramai diperbincangkan setelah muncul kabar bahwa beberapa keputusan strategis diduga menguntungkan pihak tertentu yang memiliki kedekatan personal maupun politik dengannya. Walau belum terbukti secara hukum, isu ini mencoreng citranya sebagai seorang akademisi yang seharusnya menjunjung tinggi integritas.
3. Kebijakan Kontroversial di Kampus
Sebagai Rektor, sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Prof. Muryanto juga mengundang pro dan kontra. Misalnya, keputusan terkait penerimaan mahasiswa baru, alokasi anggaran universitas, hingga program kerja sama dengan pihak eksternal. Sebagian mahasiswa dan dosen menilai kebijakan tersebut kurang transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Demonstrasi mahasiswa dan kritik terbuka di media sosial sempat mewarnai dinamika kepemimpinannya.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya