TOPIKSERU.COM – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim (NAM), kini menjadi sorotan utama publik.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka, dengan tuduhan pelanggaran serius dalam proyek digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti, kembali menetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAM (Nadiem Anwar Makarim),” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, di Gedung Jampidsus, Jakarta, Kamis (4/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kontroversi muncul bukan hanya karena dugaan penyalahgunaan wewenang, tetapi juga akibat adanya perbedaan mencolok dalam harga laptop Chromebook yang dilaporkan oleh berbagai pihak.
Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh tentang kronologi kasus, rincian harga, vendor penyedia, faktor penyebab lonjakan harga, hingga dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat pada program pendidikan digital.
1. Kronologi Penetapan Nadiem Makarim sebagai Tersangka
Pada 4 September 2025, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan NAM sebagai tersangka. Nadiem diduga merencanakan penggunaan produk Google Chromebook sejak tahun 2020, padahal saat itu proyek pengadaan perangkat TIK untuk sekolah belum dimulai.
Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk kepentingan penyidikan, Kejagung menahan Nadiem di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan selama 20 hari.
2. Harga Laptop Chromebook Versi Media: Rp 10 Juta per Unit
Sejumlah media nasional melaporkan bahwa harga pengadaan mencapai Rp 10 juta per unit. Harga ini jelas menimbulkan pertanyaan besar, karena di pasaran umum laptop dengan spesifikasi serupa hanya dibanderol sekitar Rp 4 jutaan.
Perbedaan signifikan ini kemudian memunculkan dugaan adanya mark-up harga. Publik pun mempertanyakan transparansi penggunaan dana pendidikan, yang seharusnya ditujukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran siswa.
3. Harga di E-Katalog LKPP: Rp 6–7 Juta per Unit
Berdasarkan data resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), harga Chromebook yang masuk dalam e-katalog pemerintah berkisar Rp 6–7 juta per unit.
Meskipun lebih rendah dibanding klaim media, harga ini tetap jauh di atas standar pasar. LKPP menjelaskan bahwa harga dalam e-katalog adalah acuan resmi yang digunakan semua instansi pemerintah dalam proses pengadaan.
4. Klaim Pihak Nadiem: Rp 5 Juta per Unit
Pihak Nadiem melalui kuasa hukumnya membantah tudingan adanya pemborosan anggaran. Menurut mereka, pengadaan laptop dilakukan secara prosedural, dengan harga rata-rata sekitar Rp 5 juta per unit.
Klaim ini justru semakin menambah kebingungan publik. Ada tiga versi harga berbeda: Rp 10 juta (media), Rp 6–7 juta (LKPP), dan Rp 5 juta (pihak Nadiem). Ketidakselarasan data ini menimbulkan pertanyaan mengenai kejujuran dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek digitalisasi.
5. Analisis Independen: Rp 6,8 Juta per Unit
Sejumlah pengamat anggaran dan auditor independen mencoba melakukan perhitungan terpisah terkait proyek pengadaan laptop Chromebook ini. Mereka menggunakan metode sederhana dengan membagi total alokasi anggaran dengan jumlah unit Chromebook yang didistribusikan ke sekolah-sekolah. Dari kalkulasi tersebut, muncul angka rata-rata Rp 6,8 juta per unit.
Hasil analisis ini memang terlihat lebih mendekati data resmi dari e-katalog LKPP yang mencatat kisaran Rp 6–7 juta, namun masih menyisakan pertanyaan besar. Jika kita melihat harga pasaran laptop serupa yang berkisar di angka Rp 3,5–4 juta per unit, maka terdapat selisih Rp 2–3 juta per unit.
Apabila pengadaan dilakukan dalam skala besar hingga ratusan ribu unit, selisih harga tersebut berpotensi mencapai ratusan miliar rupiah. Inilah yang membuat publik, pengamat, bahkan lembaga antikorupsi menaruh curiga bahwa ada ketidakwajaran dalam proses penentuan harga.
Beberapa kemungkinan penyebab mengapa angka rata-rata mencapai Rp 6,8 juta, antara lain:
-
Biaya Lisensi Chrome Education Upgrade
Setiap unit Chromebook yang diadakan sudah termasuk lisensi khusus untuk sekolah. Lisensi ini memungkinkan sekolah melakukan manajemen perangkat secara terpusat. Namun, meskipun menambah nilai, lisensi tersebut umumnya hanya menambah biaya sekitar Rp 300–500 ribu per unit, bukan jutaan rupiah. -
Penerapan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)
Vendor lokal diwajibkan memenuhi komponen dalam negeri 25–40%. Hal ini memang mendukung industri nasional, tetapi proses perakitan di dalam negeri sering kali membuat biaya lebih tinggi daripada produk impor massal. -
Faktor Distribusi dan Logistik Nasional
Distribusi perangkat ke ribuan sekolah di seluruh Indonesia tentu membutuhkan biaya logistik yang tidak kecil. Namun, pengamat menilai biaya distribusi tidak seharusnya menambah harga hingga jutaan rupiah per unit. -
Kemungkinan Mark-Up
Analisis independen juga menggarisbawahi adanya kemungkinan markup harga yang disengaja dalam proses tender. Dugaan ini semakin kuat karena terdapat disparitas besar antara harga pasar dengan harga pengadaan resmi.
Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, para pengamat menyimpulkan bahwa angka Rp 6,8 juta per unit masih sulit dijustifikasi. Apalagi, di tengah kondisi pandemi, ketika dana pendidikan seharusnya dimaksimalkan untuk kebutuhan utama siswa, pembengkakan harga seperti ini justru menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Singkatnya, analisis independen membuka mata masyarakat bahwa sekalipun harga pengadaan tidak setinggi klaim media (Rp 10 juta), tetap saja ada potensi kerugian negara karena harga yang dibayarkan pemerintah jauh melebihi standar pasar wajar.
6. Faktor Penyebab Lonjakan Harga Chromebook
Beberapa faktor yang diduga memengaruhi kenaikan harga antara lain:
Halaman : 1 2 Selanjutnya