5. Analisis Independen: Rp 6,8 Juta per Unit
Sejumlah pengamat anggaran dan auditor independen mencoba melakukan perhitungan terpisah terkait proyek pengadaan laptop Chromebook ini. Mereka menggunakan metode sederhana dengan membagi total alokasi anggaran dengan jumlah unit Chromebook yang didistribusikan ke sekolah-sekolah. Dari kalkulasi tersebut, muncul angka rata-rata Rp 6,8 juta per unit.
Hasil analisis ini memang terlihat lebih mendekati data resmi dari e-katalog LKPP yang mencatat kisaran Rp 6–7 juta, namun masih menyisakan pertanyaan besar. Jika kita melihat harga pasaran laptop serupa yang berkisar di angka Rp 3,5–4 juta per unit, maka terdapat selisih Rp 2–3 juta per unit.
Apabila pengadaan dilakukan dalam skala besar hingga ratusan ribu unit, selisih harga tersebut berpotensi mencapai ratusan miliar rupiah. Inilah yang membuat publik, pengamat, bahkan lembaga antikorupsi menaruh curiga bahwa ada ketidakwajaran dalam proses penentuan harga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa kemungkinan penyebab mengapa angka rata-rata mencapai Rp 6,8 juta, antara lain:
-
Biaya Lisensi Chrome Education Upgrade
Setiap unit Chromebook yang diadakan sudah termasuk lisensi khusus untuk sekolah. Lisensi ini memungkinkan sekolah melakukan manajemen perangkat secara terpusat. Namun, meskipun menambah nilai, lisensi tersebut umumnya hanya menambah biaya sekitar Rp 300–500 ribu per unit, bukan jutaan rupiah. -
Penerapan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)
Vendor lokal diwajibkan memenuhi komponen dalam negeri 25–40%. Hal ini memang mendukung industri nasional, tetapi proses perakitan di dalam negeri sering kali membuat biaya lebih tinggi daripada produk impor massal. -
Faktor Distribusi dan Logistik Nasional
Distribusi perangkat ke ribuan sekolah di seluruh Indonesia tentu membutuhkan biaya logistik yang tidak kecil. Namun, pengamat menilai biaya distribusi tidak seharusnya menambah harga hingga jutaan rupiah per unit. -
Kemungkinan Mark-Up
Analisis independen juga menggarisbawahi adanya kemungkinan markup harga yang disengaja dalam proses tender. Dugaan ini semakin kuat karena terdapat disparitas besar antara harga pasar dengan harga pengadaan resmi.
Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, para pengamat menyimpulkan bahwa angka Rp 6,8 juta per unit masih sulit dijustifikasi. Apalagi, di tengah kondisi pandemi, ketika dana pendidikan seharusnya dimaksimalkan untuk kebutuhan utama siswa, pembengkakan harga seperti ini justru menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Singkatnya, analisis independen membuka mata masyarakat bahwa sekalipun harga pengadaan tidak setinggi klaim media (Rp 10 juta), tetap saja ada potensi kerugian negara karena harga yang dibayarkan pemerintah jauh melebihi standar pasar wajar.
6. Faktor Penyebab Lonjakan Harga Chromebook
Beberapa faktor yang diduga memengaruhi kenaikan harga antara lain:
-
Kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) 25–40%
Setiap vendor wajib memenuhi persentase kandungan lokal. Kebijakan ini memang bertujuan mendukung industri nasional, tetapi berpotensi meningkatkan biaya produksi. -
Lisensi Chrome Education Upgrade
Setiap unit Chromebook dilengkapi dengan lisensi Chrome Education Upgrade, yang memungkinkan kontrol terpusat bagi sekolah. Lisensi ini menambah nilai, namun juga meningkatkan harga. -
Krisis Global saat Pandemi COVID-19
Pengadaan dilakukan pada masa pandemi, di mana krisis chip global terjadi. Harga perangkat elektronik naik signifikan akibat keterbatasan pasokan. -
Dugaan Praktik Mark-Up Harga
Faktor yang paling mencurigakan adalah adanya mark-up harga secara sengaja. Inilah yang kini menjadi fokus penyidikan Kejagung.
7. Vendor Lokal Penyedia Chromebook
Menurut laporan investigasi, terdapat enam vendor lokal yang menjadi penyedia Chromebook dalam proyek ini:
-
Zyrex
-
Axioo
-
Advan
-
Evercoss
-
Supertone (SPC)
-
TSMID
Vendor-vendor tersebut telah memenuhi syarat TKDN 25–40%. Namun publik mempertanyakan apakah keterlibatan vendor lokal benar-benar menguntungkan dari sisi efisiensi biaya.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya