Scroll untuk baca artikel
Nasional

Perkiraan Idul Fitri 2026 Muhammadiyah dan NU: Akankah Lebaran Jatuh Bersamaan Tahun Ini?

×

Perkiraan Idul Fitri 2026 Muhammadiyah dan NU: Akankah Lebaran Jatuh Bersamaan Tahun Ini?

Sebarkan artikel ini
Idul Fitri 2026
lustrasi - Salah seorang warga melihat hilal Idul Fitri 2026 dari alat yang disediakan Kemenag Aceh, di Aceh Besar. Foto: Antara

Topikseru.com – Perkiraan Idul Fitri 2026 Muhammadiyah dan NU kembali menjadi topik hangat di kalangan umat Muslim Indonesia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perbedaan metode penetapan awal bulan Hijriah antara dua organisasi Islam terbesar di tanah air ini kerap menjadi sorotan publik.

Meski berbeda cara, keduanya memiliki tujuan yang sama: memastikan penentuan 1 Syawal dilakukan dengan dasar ilmiah dan syariat yang kuat.

Tahun 2026 diprediksi menjadi salah satu momen menarik karena PP Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan jadwal Idul Fitri 2026, sementara Nahdlatul Ulama (NU) masih menunggu hasil rukyatul hilal menjelang akhir Ramadan 1447 Hijriah.

Artikel ini akan membahas secara mendalam perkiraan Idul Fitri 2026 versi Muhammadiyah dan NU, termasuk metode perhitungannya, potensi perbedaan tanggal, serta makna penting di balik tradisi penetapan hilal di Indonesia.

1. Muhammadiyah Menetapkan Idul Fitri 2026 Jatuh pada Jumat, 20 Maret 2026

a. Berdasarkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah secara resmi menetapkan bahwa 1 Syawal 1447 H atau Idul Fitri 2026 akan jatuh pada Jumat, 20 Maret 2026. Keputusan ini merujuk pada Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), sebuah sistem penanggalan Islam modern yang mulai digunakan Muhammadiyah sejak tahun 2025.

Berbeda dari metode sebelumnya, KHGT disusun berdasarkan data astronomis global yang memadukan pendekatan hisab kontemporer dan validasi internasional posisi hilal. Sistem ini diharapkan bisa menjadi solusi untuk menyatukan penanggalan Hijriah di seluruh dunia, sehingga seluruh umat Islam dapat menjalankan ibadah puasa dan Lebaran secara serentak.

b. Menggantikan Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Sebelum menggunakan KHGT, Muhammadiyah selama puluhan tahun berpegang pada metode hisab hakiki wujudul hilal, yaitu sistem perhitungan matematis yang menentukan awal bulan baru ketika bulan sudah berada di atas ufuk, walaupun hilal belum terlihat secara kasat mata.

Namun, sejak peluncuran KHGT pada 25 Juni 2025, Muhammadiyah beralih ke sistem yang lebih modern dan terintegrasi global. Dalam metode ini, keputusan penanggalan didasarkan pada data lintang dan bujur seluruh dunia, bukan hanya posisi bulan di Indonesia.

Dengan KHGT, Muhammadiyah berharap ada penyeragaman kalender Islam global agar umat Muslim di seluruh dunia bisa menjalankan ibadah dengan waktu yang sama, tanpa perbedaan antarnegara.

c. Implikasi Penetapan Lebaran 2026 Muhammadiyah

Penetapan 1 Syawal 1447 H pada 20 Maret 2026 berarti umat Islam yang mengikuti jadwal Muhammadiyah kemungkinan akan berlebaran lebih awal satu hari dibandingkan pemerintah atau NU, apabila hasil rukyatul hilal tidak sejalan. Meski begitu, Muhammadiyah menegaskan bahwa sistem KHGT bukan untuk menimbulkan perbedaan, tetapi untuk membangun kepastian ibadah yang ilmiah dan berbasis data astronomi modern.

Baca Juga  Muhammadiyah Salurkan Bantuan untuk Pengungsi Palestina di Yordania lewat Lazismu dan Muhammadiyah Aid

2. Perkiraan Idul Fitri 2026 Versi Nahdlatul Ulama (NU)

a. Belum Ada Penetapan Resmi, Menunggu Rukyatul Hilal

Berbeda dengan Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab global, Nahdlatul Ulama (NU) selalu menunggu hasil rukyatul hilal bil fi’li atau pengamatan langsung terhadap hilal di akhir bulan Ramadan. Hingga saat ini, NU belum menetapkan secara resmi kapan 1 Syawal 1447 H akan jatuh karena keputusan akan diambil berdasarkan hasil pengamatan lapangan menjelang akhir Ramadan 2026.

Menurut tradisi NU, rukyatul hilal dilakukan di lebih dari 90 titik pemantauan hilal di seluruh Indonesia. Tim ahli falak dari Lembaga Falakiyah NU akan melakukan observasi menggunakan teleskop dan kamera digital berpresisi tinggi untuk memastikan apakah hilal sudah terlihat atau belum.

b. Metode Rukyatul Hilal: Mengikuti Ketentuan Syariat

Metode rukyatul hilal yang digunakan NU merujuk pada keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Muktamar NU tahun 1954. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa awal bulan Hijriah hanya dapat ditetapkan apabila hilal terlihat secara nyata setelah matahari terbenam. Jika tidak terlihat, maka bulan berjalan disempurnakan menjadi 30 hari.

Pendekatan ini dinilai sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW:

“Berpuasalah kalian ketika melihat hilal dan berbukalah kalian ketika melihat hilal. Jika hilal tertutup mendung, maka sempurnakan bulan menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan dasar ini, NU menilai metode rukyat memberikan kepastian syar’i dan empiris, meski sering kali hasilnya berbeda dengan perhitungan hisab.

c. Potensi Penetapan Idul Fitri 2026 NU

Berdasarkan data astronomi awal, posisi hilal pada 19 Maret 2026 diperkirakan belum cukup tinggi untuk bisa terlihat secara kasat mata di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini berarti besar kemungkinan NU akan menetapkan 1 Syawal 1447 H jatuh pada Sabtu, 21 Maret 2026 — sehari setelah versi Muhammadiyah.

Namun, keputusan resmi tetap menunggu hasil rukyatul hilal dan sidang isbat pemerintah, yang biasanya digelar pada malam menjelang Lebaran.