Sugiri menekankan, pengakuan ini menjadi puncak perjalanan panjang masyarakat Ponorogo dalam melestarikan seni tradisi sebagai penggerak ekonomi kreatif daerah.
Dengan status baru sebagai Kota Kreatif UNESCO, Ponorogo kini memiliki dua pengakuan internasional, yaitu sebagai pemilik Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage/ICH) dan sebagai kota dengan ekosistem kreatif berbasis tradisi.
“Reog Ponorogo bukan sekadar tarian, tapi sumber inspirasi dan semangat bagi seluruh pelaku ekonomi kreatif. Pengakuan ini membuka peluang kolaborasi internasional dan memperkuat sektor budaya,” tambahnya.
Ekosistem Kreatif Reog Ponorogo
Sugiri menjelaskan, UNESCO menilai Ponorogo berdasarkan kekuatan ekosistem Reog yang unik. Seni tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tapi juga mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.
“Mulai dari pembuatan dadak merak, topeng Bujangganong, kostum, hingga perangkat gamelan, semuanya menjadi bagian dari ekosistem kreatif yang tumbuh dari tradisi Reog Ponorogo,” ujarnya.
Keberhasilan Ponorogo menembus jaringan kota kreatif dunia menunjukkan bahwa seni tradisional dapat menjadi penggerak ekonomi lokal, sekaligus menarik perhatian internasional.
Namun, OTT KPK terhadap bupati daerah tersebut kini menimbulkan tanda tanya publik mengenai integritas pejabat daerah di balik prestasi internasional ini.






