Para pejabat sipil hadir mengenakan setelan jas (PSL) dengan dasi biru dan kopiah hitam. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendampingi Presiden dalam prosesi ziarah.
Mengingat Kembali Latar Pertempuran Surabaya
Pidato kepala negara juga mengundang kembali ingatan publik pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, yakni momen di mana semangat perlawanan rakyat meletus pasca-insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato dan tewasnya Brigjen Mallaby, panglima sekutu di Jawa Timur.
Ultimatum yang dikeluarkan pasukan Sekutu memicu perlawanan besar-besaran rakyat selama hampir tiga minggu.
Salah satu tokoh penting saat itu, Bung Tomo, dikenal lewat orasinya yang menggugah dan semboyan legendaris “Merdeka atau Mati!”, seruan yang membakar semangat para pejuang dan masyarakat untuk tidak gentar menghadapi pasukan asing.
Petikan pidato Bung Tomo kerap dikutip sebagai simbol kegigihan mempertahankan kemerdekaan.
Pesan Kepemimpinan dan Nasionalisme
Melalui ziarah malam hari ini, Presiden Prabowo menekankan pesan nasionalisme dan kewajiban generasi kini untuk meneruskan nilai-nilai pengorbanan, yaitu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individual.
Arahan serupa disampaikan agar penguatan rasa kebangsaan diwujudkan dalam tindakan nyata untuk menjaga kedaulatan dan martabat Indonesia.
Peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November menjadi momen refleksi kolektif tentang perjuangan masa lalu sekaligus pengingat tanggung jawab generasi penerus terhadap masa depan bangsa.






