Scroll untuk baca artikel
Nasional

2023–2025: Tahun Kelam PMI Sumut dalam Jeratan TPPO dan Online Scam Kamboja

×

2023–2025: Tahun Kelam PMI Sumut dalam Jeratan TPPO dan Online Scam Kamboja

Sebarkan artikel ini
PMI Sumut
Jenazah almarhum Agung Prasetyo (25) PMI Sumut yang tiba di rumah duka di Langkat disambut tangis histeris keluarga. Momen haru ini menjadi bukti nyata besarnya penderitaan para PMI Sumut yang menjadi korban eksploitasi di Kamboja.

1. Iming-Iming Gaji Fantastis

Sindikat menawarkan gaji:

  • Rp10–20 juta per bulan

  • Pekerjaan ringan

  • Tempat tinggal gratis

Namun sesampainya di Kamboja, para PMI dipaksa menjadi operator scam.

2. Penggunaan Visa Turis

Visa turis membuat:

  • Proses keberangkatan tidak terdeteksi

  • PMI tidak terdata di sistem pemerintah

  • Minim perlindungan hukum

3. Menyasar Anak Muda Sumut

Korban rata-rata berusia 18–32 tahun, banyak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah.

4. Kurangnya Edukasi Migrasi Aman

Banyak warga tidak paham:

  • Bahaya perekrut ilegal

  • Risiko negara tujuan

  • Modus operandi perusahaan scam

Pernyataan Tegas DPD RI: 50% PMI Ilegal di Kamboja Berasal dari Sumut

Anggota DPD RI, Pendeta Penrad Siagian, dalam konferensi pers di Bandara Internasional Kualanamu saat menunggu kedatangan jenazah Argo Prasetyo, menyampaikan pernyataan tegas yang menjadi sorotan nasional.

Dengan nada prihatin, ia mengungkap bahwa dari ratusan ribu warga Indonesia yang bekerja di Kamboja, sekitar 50 persen di antaranya berasal dari Sumatera Utara. Data ini, menurutnya, menunjukkan bahwa Sumut telah menjadi sasaran empuk sindikat internasional yang bergerak di bidang penipuan daring dan perdagangan manusia.

Penrad menjelaskan bahwa fenomena ini tidak terlepas dari masifnya keberangkatan PMI melalui jalur ilegal, yang mencapai lebih dari 5 juta orang dalam beberapa tahun terakhir. Mayoritas dari mereka direkrut melalui iming-iming gaji tinggi, proses keberangkatan cepat, serta janji pekerjaan ringan—yang pada akhirnya terbukti hanya sebagai jebakan sindikat.

Ia menyoroti bahwa banyak jaringan kriminal memanfaatkan celah regulasi migrasi, termasuk lemahnya pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja yang tidak memiliki izin resmi.

Celah ini dimanfaatkan untuk mengirim korban ke Kamboja menggunakan visa turis, sehingga keberangkatan mereka tidak tercatat oleh negara dan tidak mendapatkan perlindungan hukum.

Dalam pernyataannya, Penrad menuntut pemerintah untuk memperketat pengawasan di bandara, menindak tegas para perekrut ilegal, serta memperkuat penegakan hukum terhadap agen-agen nakal yang selama ini bergerak bebas di lapangan.

Ia juga memberikan peringatan keras kepada masyarakat. Menurutnya, PMI yang berangkat secara ilegal sama sekali tidak memiliki perlindungan negara, dan hal inilah yang membuat mereka sangat rentan menjadi korban kekerasan, penyiksaan, kerja paksa, hingga kematian di tangan sindikat kejahatan internasional.

“Ini bukan lagi kasus satu-dua orang,” tegasnya. “Ini sudah darurat nasional. Jika kita tidak bergerak cepat, korban berikutnya hanya tinggal menunggu waktu.”

Data Kemenlu: 7.027 Kasus Scam dan 1.508 TPPO dalam Kurun 2021–2025

Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kembali merilis data terbaru terkait meningkatnya kasus penipuan daring dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam empat tahun terakhir. Laporan ini menegaskan bahwa Indonesia masih menghadapi ancaman besar dari jaringan kriminal internasional, terutama yang beroperasi di wilayah Kamboja dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut data resmi Kemenlu, sebanyak 7.027 kasus penipuan daring tercatat sejak 2021 hingga awal 2025. Angka ini mencakup berbagai bentuk kejahatan digital, mulai dari scam rekrutmen kerja palsu, penipuan investasi, hingga bujuk rayu media sosial yang memikat korban menuju eksploitasi tenaga kerja ilegal.

Selain itu, Kemenlu juga mencatat 1.508 kasus TPPO yang melibatkan WNI dalam kurun waktu yang sama. Modus terbanyak adalah perekrutan tenaga kerja melalui tawaran gaji tinggi di luar negeri, tetapi korban justru disekap dan dipaksa bekerja sebagai operator scam siber di luar negeri, terutama di Kamboja, Myanmar, dan Laos.

Tidak hanya soal jumlah kasus yang tinggi, data Kemenlu juga menunjukkan tren mengerikan lainnya: sebanyak 92 korban dilaporkan meninggal dunia hanya dalam tiga bulan terakhir hingga 2025. Mayoritas korban meninggal akibat penyiksaan, kelelahan ekstrem, hingga kekerasan fisik saat dipaksa bekerja oleh sindikat internasional.

Kemenlu menegaskan bahwa data tersebut menjadi bukti nyata bahwa ancaman perdagangan orang berbasis di Kamboja semakin serius dan terorganisir. Banyak sindikat menggunakan metode perekrutan digital yang sulit dilacak, memanfaatkan kebutuhan ekonomi korban untuk menawarkan pekerjaan fiktif dengan iming-iming gaji besar.

Otoritas juga mencatat bahwa para korban yang berhasil diselamatkan sering kali mengalami trauma berat, luka fisik, serta kehilangan harta benda dan data pribadi. Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu, Polri, dan satgas TPPO disebut tengah memperkuat kerja sama lintas negara untuk memutus rantai kejahatan ini.

Hingga kini, pemerintah mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran kerja luar negeri yang tidak memiliki izin resmi. Verifikasi dokumen, pengecekan perusahaan, serta konsultasi dengan Kemenlu atau BP2MI dianjurkan sebelum menerima tawaran apa pun.

Dengan tingginya angka kasus dan korban meninggal, isu TPPO dan online scam diperkirakan akan menjadi salah satu fokus utama penegakan hukum dan diplomasi Indonesia sepanjang 2025.

Seruan Nasional: “Tragedi Ini Tidak Boleh Terulang”

Berbagai pihak mengimbau agar masyarakat:

  • Hanya berangkat melalui jalur resmi

  • Melaporkan perekrut ilegal

  • Meningkatkan edukasi migrasi aman

  • Waspada terhadap iming-iming gaji besar

Pemerintah pun diminta:

  • Memperketat pengawasan di bandara

  • Meningkatkan kerja sama bilateral

  • Menindak tegas agen penyalur PMI ilegal

Rangkaian kematian PMI asal Sumatera Utara di Kamboja menjadi alarm keras bagi seluruh masyarakat Indonesia. Selama jalur ilegal masih diminati dan sindikat tidak diberantas tuntas, tragedi serupa akan terus terjadi.

Baca Juga  Kepulangan Jenazah Nazwa Aliya: Perjalanan Tragis dari Kamboja Berakhir di Deli Serdang