“Sehingga kasus pembungkaman atau pelanggaran terhadap hak partisipasi publik terjadi pada banyak sektor kasus seperti, kasus perkebunan, kasus kehutanan, kasus pembangunan infrastruktur, dan lain-lain yang merujuk pada kasus konflik agrarian,” ungkapnya.
Sedangkan, batasan pada Permen ini mengatur khusus terhadap kasus pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Hal yang kemudian perlu menjadi perhatian, sambung Satrio, terutama pada bentuk tahapan penangan pelindungan hukum yang pertama yaitu, dengan cara penetapan kasus sebagai tindakan pembalasan.
“Implementasi Permen ini kedepan dapat memberi stempel terhadap suatu kasus untuk dinilai sebagai ‘termasuk’ atau ‘bukan termasuk’ kasus tindakan pembalasan (SLAPP),” bebernya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dibutuhkan Kehadiran Aturan Lebih Tinggi
Dengan keterbatasan pada Permen tersebut, menurut Satrio, pada kasus-kasus tindakan pembalasan pada Pembela HAM yang lain, dalam ruang lingkup yang lebih luas, maka dikhawatirkan Permen ini dapat memberi dampak stempel diawal yang membuat seolah suatu kasus bukanlah tindakan pembalasan (SLAPP).
“Sehingga dengan semangat Permen ini, kehadiran aturan lebih tinggi yang dapat melingkupi pelindungan hukum dengan jangkauan yang lebih luas bagi Pembela HAM adalah sebuah keharusan kedepan,” tutupnya.