1. Barang yang dikirim tanggal 27 April hingga 7 Mei 2020 dengan harga Rp366.850 dengan jumlah 503.500 set.
2. Barang yang dikirim setelah tanggal 7 Mei 2020 dengan harga Rp294.000.
3. Bahwa sampai dengan tanggal 18 Mei 2020, Kemenkes telah menerima sebanyak 3.140.200 set APD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perbuatan Melawan Hukum
Dalam konstruksi perkara tersebut, terdapat perbuatan hukum diantaranya PT EKI terlibat dalam mata rantai pengadaan APD tanpa memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).
Hal tersebut berlawanan dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010, bahwa penyalur alat kesehatan wajib memiliki IPAK yang diatur Kemenkes.
Kerja sama antara PT PPM, PT EKI, dan para produsen APD merupakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Hal tersebut berlawanan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang menyatakan pengusaha dilarang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran sehingga terbentuk monopoli.
PT EKI dan PT PPM tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat, yaitu efektif, transparan, dan akuntabel.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran LKPP Nomor 3 Tahun 2020 huruf E nomor 2 dan 3 terkait harga ditetapkan berdasarkan bukti kewajaran harga yang diberikan oleh penyedia.
PT EKI yang ditetapkan sebagai penyedia APD, padahal tidak mempunyai pengalaman untuk mengadakan APD sebelumnya.
Para tersangka juga melakukan negosiasi ulang terkait pengadaan APD ini pada Mei 2020. Kemenkes diketahui hanya menerima APD sebanyak 3.140.200 set pada 18 Mei 2020.
Audit BPKP menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp319 miliar akibat pengadaan APD dalam perkara ini.
Editor : Muchlis
Sumber Berita : Antara
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya