Selain itu, keduanya juga mendalilkan bahwa pengelompokan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sebagai PMI menyebabkan kewenangan pengawasan serta penerbitan izin perekrutan dan penempatan pelaut menjadi kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurut mereka seharusnya hal itu merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan.
Sementara itu, Ahmad Daryoko mengaku dikriminalisasi akibat keberlakuan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU 18/2017. Karena dikategorikan sebagai PMI, perizinan berusaha bagi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan wajib memiliki Surat Izin Perekrutan PMI (SIP2MI) yang diterbitkan oleh Kepala Badan Perlindungan PMI (BP2MI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ahmad Daryoko mengaku dikriminalisasi karena belum memiliki SIP2MI tersebut. Dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada rumah tahanan negara oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang.
Terkait dalil para pemohon tersebut, MK menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia menganggap pelindungan yang menyeluruh bagi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sangat penting, sehingga pemerintah meratifikasi MLC 2006 melalui UU 15/2016.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, istilah “pelaut” dan “awak kapal” dalam MLC 2006 telah terakomodasi dalam Pasal 4 ayat (1) huruf C UU 18/2017, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
Penulis : Muchlis
Sumber Berita : Antara
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya