Akibat RKAB tersebut, penambangan oleh pihak swasta di wilayah IUP PT Timah menjadi masif dan menyebabkan kerusakan ekologi, kerusakan ekonomi lingkungan, serta menimbulkan biaya pemulihan lingkungan akibat penambangan bijih timah.
Sukartono menjabarkan, biaya kerugian ekologi sebesar Rp 183,7 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 75,4 triliun, serta biaya pemulihan lingkungan Rp 11,8 triliun.
Dengan demikian, total kerugian lingkungan Rp 271,06 triliun.
Lebih lanjut, Sukartono memaparkan bahwa kerugian senilai Rp 271,06 triliun dapat pula dibagi berdasarkan kawasan yang dirusak.
Sukartono membaginya menjadi dua kategori, yakni kerusakan lingkungan hidup di non-kawasan hutan dengan luas sekitar 95 ribu ha dengan kerugian sebesar Rp 47,7 triliun; serta kerusakan lingkungan hidup akibat tambang timah di dalam kawasan hutan dengan luas sekitar 75 ribu ha senilai Rp 223,3 triliun.
Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp 2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp 26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp 271,06 triliun berupa kerugian lingkungan.












