Sakti Wahyu Trenggono melanjutkan kecurigaan tersebut menguat dengan adanya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit untuk struktur pagar di perairan sekitar Tangerang, Banten.
“Saya perlu sampaikan kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi, (sertifikat yang mencakup wilayah laut, Red.) itu sudah jelas ilegal. Artinya, pemagaran ini dilakukan tujuannya agar tanahnya itu semakin naik. Semakin lama, semakin naik, semakin naik,” kata Trenggono saat jumpa pers.
Trenggono mengatakan luas daratan di tengah-tengah laut yang dapat terbentuk akibat dikelilingi struktur pagar itu dapat mencapai 30 hektare.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jadi, nanti kalau terjadi seperti itu akan terjadi daratan, dan jumlahnya itu sangat besar. Tadi, saya laporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektare itu, kira-kira sekitar 30.000-an hektare kejadiannya,” kata Trenggono.
Menurut Trenggono, jumlah lahan yang mungkin terbentuk akibat proses reklamasi alami itu cukup besar, dan yang perlu diwaspadai lahan-lahan itu kemungkinan telah bersertifikat.
“Di bawahnya, ternyata menurut identifikasi Pak Menteri ATR/BPN itu ada sertifikatnya, yang atas nama siapa, atas nama siapa, teman-teman bisa cek sendiri,” ujar Sakti Wahyu Trenggono.
Namun demikian, kata Trenggono, sertifikat yang terbit terhadap dasar laut itu tidak sah, karena segala yang berada di ruang laut harus mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Izin yang dimaksud Trenggono salah satunya terkait Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Kegiatan di ruang laut ya tidak boleh (sembarangan, Red), harus ada izin. Di pesisir sampai ke laut tidak boleh. Harus ada izin,” pungkasnya.
Sumber Berita : Antara
Halaman : 1 2