Polisi menyita sejumlah alat berat sebagai barang bukti, yakni lima unit dump truck dan empat ekskavator, serta dokumen izin usaha pertambangan.
Meski ada izin usaha tambang dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dokumen tersebut tidak mencakup RKAB, yang menjadi syarat utama bagi aktivitas produksi.
Atas kejadian ini, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar. Mereka juga dijerat Pasal 35 Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.
Longsor Gunung Kuda yang merenggut 19 pekerja ini menambah daftar panjang kecelakaan tambang akibat kelalaian pengawasan dan lemahnya penegakan aturan.
Gunung Kuda bukan satu-satunya lokasi tambang rakyat yang beroperasi di tengah status hukum abu-abu.
Tragedi ini menunjukkan bahwa toleransi terhadap aktivitas ilegal tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengorbankan nyawa manusia.
“Kami tegaskan, proses hukum akan kami lanjutkan sampai tuntas,” ucap Sumarni.












