Penjarahan ini tidak lahir tiba-tiba. Warga mengaku mengetahui lokasi rumah dan aksi yang terjadi dari video siaran langsung dan cuplikan yang beredar luas di media sosial.
Dalam hitungan menit, kediaman Eko Patrio berubah menjadi magnet kerumunan.
“Baru sampe nih, masih ada gak barang di dalem? Ada lah, cari aja,” celetuk seorang pemuda dalam kerumunan, menegaskan bagaimana penjarahan berubah menjadi tontonan sekaligus partisipasi massal.
Latar Belakang: Parodi DJ “Horeg”
Ironi ini muncul setelah Eko Patrio menuai hujatan warganet. Sehari sebelumnya, ia mengunggah video parodi di TikTok pribadinya @ekopatriosuper, menampilkan dirinya berakting sebagai disc jockey musik “horeg”.
Video itu memicu kemarahan publik yang menilai Eko tak sensitif di tengah situasi sosial-politik yang memanas.
Malam harinya, ia buru-buru meminta maaf melalui unggahan video di Instagram. Namun penyesalan itu tak mampu meredam gelombang emosi. Aksi brutal massa justru menjadi klimaks dari ketidakpuasan yang telah lama menumpuk.
Peristiwa penjarahan rumah Eko Patrio kini bukan sekadar soal kehilangan harta benda. Ia menjadi simbol retaknya kepercayaan publik pada wakil rakyat. Di saat masyarakat merasa diabaikan, aksi balas dendam dalam bentuk penjarahan pun menjelma sebagai ekspresi politik jalanan—liar, penuh amarah, dan sulit dibendung.












