Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Suara Pengungsi Aceh Tamiang: “Uang Tidak Berharga, Makanan yang Penting” di Tengah Banjir Bandang

×

Suara Pengungsi Aceh Tamiang: “Uang Tidak Berharga, Makanan yang Penting” di Tengah Banjir Bandang

Sebarkan artikel ini
Banjir Bandang
Tangkapan layar seorang pengungsi korban banjir bandang di Aceh Tamiang yang menyatakan bahwa makanan jauh lebih penting dibandingkan uang di tenda pengungsian. (Facebook/Charren Ladyong Yekching)

3. Penerangan di Malam Hari

Tenda-tenda pengungsian gelap gulita setiap malam. Tanpa penerangan, para pengungsi merasa tidak aman, terutama anak-anak dan lansia. Lilin, lampu darurat, atau genset menjadi kebutuhan yang jarang terpikirkan namun sangat vital.

4. Obat-obatan dan Kesehatan

Banjir membawa risiko penyakit kulit, ISPA, diare, hingga demam. Tanpa fasilitas medis memadai, para pengungsi rentan mengalami sakit yang lebih serius.

5. Bantuan Psikososial

Trauma akibat banjir bandang juga tidak dapat diabaikan. Kehilangan harta benda, pengalaman mengerikan saat air datang mendadak, serta ketidakpastian masa depan membuat banyak penyintas mengalami tekanan mental.

Suasana Haru di Pengungsian: Suara-suara yang Jarang Terdengar

Di balik semua itu, ada banyak kisah haru dari tenda-tenda pengungsian. Kisah keluarga yang terpisah saat banjir, anak-anak yang kehilangan tempat bermain, dan para orang tua yang kehilangan mata pencarian.

Namun, yang paling mencolok adalah bagaimana mereka saling mendukung. Tenda-tenda yang berdempetan bukan hanya menjadi tempat berteduh, tetapi juga menjadi ruang kebersamaan.

Di sanalah pembagian makanan dilakukan, tempat anak-anak saling berbagi cerita, dan tempat orang dewasa berkumpul untuk sama-sama menguatkan harapan.

Baca Juga  Kemenkes Fokus Pulihkan RSUD Terdampak Banjir-Longsor di Sumatera: Pembersihan hingga Genset Darurat Dikerahkan

Di tengah kegetiran itu, suara seorang pengungsi seperti dalam video yang viral menjadi simbol bahwa bencana telah mengubah cara pandang masyarakat tentang hidup.

Harapan Baru di Tengah Keterbatasan

Meski situasi masih sangat sulit, harapan mulai tumbuh di antara para pengungsi. Bantuan dari pemerintah, relawan, organisasi kemanusiaan, hingga masyarakat terus mengalir. Beberapa posko telah mendapatkan tenda tambahan, makanan lebih stabil, serta dukungan logistik yang lebih lengkap.

Namun, kebutuhan akan penerangan, obat-obatan, dan bantuan psikososial tetap mendesak.

Bagi para pengungsi, mereka tidak meminta banyak. Mereka hanya ingin bisa melewati malam dengan cahaya, mengisi perut dengan makanan yang layak, dan menatap masa depan dengan sedikit kepastian.

Tragedi banjir bandang Aceh Tamiang bukan hanya bencana alam, tetapi juga bencana kemanusiaan yang mengungkap betapa rapuhnya kehidupan. Kisah para pengungsi menjadi pengingat bahwa dalam situasi krisis, nilai hidup berubah drastis. Harta benda mungkin hilang, tetapi solidaritas dan kemanusiaan menjadi sangat berharga.