“Buktinya, pada 2023 jumlah pupuk subsidi yang tidak tertebus petani di Sumut mencapai ribuan ton. Sehingga harus kembali ke negara. Sementara, di lain sisi petani kesulitan mendapatkan pupuk,” ujar Abiyadi.
Dari data dan situasi yang terjadi di petani, dia menilai pendataan dan pengaturan penyaluran pupuk subsidi masih belum beres.
Pupuk Tak Terserap
Abiyadi menyebut untuk menyelesaikan persoalan administrasi penyaluran pupuk tersebut semestinya harus secara terstruktur oleh pemerintah, mulai dari Kementerian Pertanian hingga ke penyuluh pertanian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia juga mengkritisi peran Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang terkesan abai dengan situasi yang masih semrawutnya data petani penerima pupuk subsidi.
“Kepala Dinas Pertanian sebagai fungsi koordinasi, harus bertanggung jawab bila data-data itu salah. Pemerintah Provinsi harus menegur kabupaten/kota yang telah menyusun data yang salah,” kata Abiyadi.
“Mengapa tahun lalu ada pupuk subsidi yang jumlahnya ribuan ton, tetapi tidak terserap. Yang rugi siapa? Jelas petani,” imbuhnya.
Terlebih, kata dia, tahun ini pemerintah kembali menggelontorkan pupuk subsidi dengan jumlah besar, secara nasional dari 4,5 juta ton menjadi 9,5 juta ton.
“Kalau petani tidak bisa menebus, ya sama saja. Tahun lalu saja jumlahnya 4,5 juta ton bersisa, apalagi sekarang. Saya yakin jumlah yang tidak terserap pun makin banyak selama pendataan tidak diperbaiki. Data-data petani penerima kita hanya copy paste dari data-data sebelumnya,” ujar Abiyadi.
BLT Bukan Solusi
Abiyadi menyoroti wacana pemerintah mengganti pupuk subsidi sistem tebus dengan bantuan langsung tunai (BLT) ke rekening petani.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya