“Dwifungsi TNI itu sudah dikubur sejak dulu. Arwahnya sudah tidak ada, bahkan jasadnya pun sudah tidak ada,”* pungkasnya.
Lebih lanjut, Deddy menyatakan bahwa kehadiran seluruh fraksi DPR RI dalam rapat ini bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Namun, pernyataan ini tetap tidak meredakan kecurigaan publik yang mempertanyakan transparansi dalam proses pembahasan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah benar keputusan yang diambil dalam rapat tersebut sudah mewakili aspirasi masyarakat.
Terlebih, pembahasan dilakukan secara tertutup di luar gedung resmi pemerintah, sehingga menimbulkan kecurigaan di kalangan publik.
Pertanyaan Publik yang Belum Terjawab
Meskipun Deddy mengklaim rapat tersebut sah, publik tetap mempertanyakan beberapa hal:
– Mengapa rapat penting seperti ini dilakukan secara tertutup?
– Mengapa lokasi rapat diadakan di hotel mewah, bukan di gedung DPR?
– Apakah ini bentuk pemborosan anggaran negara?
– Mengapa ada pengawalan ketat dari TNI setelah aksi demonstrasi?
– Mengapa pembahasan dilakukan di luar hari kerja dan terkesan terburu-buru?
Selain itu, keberadaan kendaraan militer di sekitar Hotel Fairmont setelah demonstrasi juga menjadi perhatian publik.
Beberapa saksi mata mengungkapkan bahwa sejumlah kendaraan taktis milik Kopassus terlihat diparkir di depan hotel, seolah memberikan kesan bahwa pihak militer berupaya menjaga eksklusivitas rapat tersebut.
Rapat tertutup RUU TNI di Hotel Fairmont telah menjadi perdebatan panas di masyarakat. Deddy Corbuzier, sebagai staf khusus Kementerian Pertahanan, menegaskan bahwa rapat ini resmi dan tidak membahas dwifungsi TNI.
Namun, sikapnya yang membatasi komentar justru menambah kecurigaan publik. Hingga kini, pertanyaan seputar transparansi dan urgensi rapat tersebut masih menjadi tanda tanya besar. (*)