Scroll untuk baca artikel
Opini

Inflasi, Debitur Cidera Janji, dan Ledakan Kredit Macet di Kota Medan

×

Inflasi, Debitur Cidera Janji, dan Ledakan Kredit Macet di Kota Medan

Sebarkan artikel ini
Inflasi
Advokat & praktisi hukum Perbankan, Gumilar Aditya Nugroho, S.H. Foto: Dok.Pribadi

Bank harus membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang signifikan ketika NPL melebihi ambang batas 5%. Ini akan mengurangi keuntungan dan menghalangi penyaluran kredit baru. Ini berarti bahwa akan ada dampak yang lebih besar pada ekonomi kota secara keseluruhan jika keadaan ini tidak ditangani segera.

Baca Juga  Multikulturalisme sebagai Fondasi Kehidupan Berbangsa

Solusi Adaptif dan Respon Hukum

Menyikapi situasi ini, diperlukan pendekatan hukum dan kebijakan yang holistik. Pertama, bank perlu mengaktifkan skema restrukturisasi kredit secara selektif. Hal ini sejalan dengan kebijakan OJK melalui POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Opsi restrukturisasi seperti penjadwalan ulang, penurunan suku bunga, atau pemberian masa tenggang pembayaran harus dipertimbangkan sebagai langkah awal.

Kedua, negosiasi terbuka antara debitur dan bank harus menjadi bagian dari prosedur baku penanganan kredit bermasalah. Debitur yang kooperatif patut diberi ruang untuk mencari solusi tanpa ancaman langsung terhadap jaminan mereka. Di sinilah pentingnya peran pengacara atau konsultan hukum dalam memediasi dan mengawal proses tersebut.

Ketiga, pemerintah daerah dan asosiasi perbankan di Medan dapat membentuk forum mediasi kredit lokal, di mana bank, pengusaha, dan pihak hukum duduk bersama menyusun protokol penyelesaian kredit macet yang manusiawi, efisien, dan tidak semata-mata mengandalkan mekanisme pengadilan.

Antisipasi Risiko dan Arah Kebijakan

Ke depan, pemerintah dan regulator harus menyadari bahwa krisis ekonomi tidak selalu datang dalam bentuk resesi, tetapi bisa muncul dari tekanan jangka menengah seperti inflasi. Dalam situasi seperti ini, fleksibilitas kontrak, keberpihakan terhadap UMKM, serta literasi hukum menjadi kunci.

Sementara itu, bank perlu berinvestasi dalam sistem manajemen risiko yang lebih adaptif dan humanis. Penilaian kredit harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan usaha, bukan hanya rasio keuangan statis. Selain itu, perlu ada edukasi hukum kepada debitur agar mereka memahami hak dan kewajiban mereka secara menyeluruh.

Penutup

Fenomena kredit macet akibat inflasi bukan hanya masalah keuangan, tetapi juga masalah kepercayaan dan keadilan. Di Kota Medan, di mana semangat berdagang dan berusaha menjadi identitas sosial, kondisi ini menjadi pukulan yang menyakitkan.

Baca Juga  Polisi yang 'Ringan Tangan' Gunakan Senjata Api

Namun di sisi lain, ini juga momentum untuk memperkuat fondasi etika bisnis, memperbaiki struktur hukum perbankan, dan menciptakan iklim usaha yang lebih resilien.

Dengan sinergi antara pengusaha, perbankan, dan penegak hukum, kita dapat mengubah tantangan ini menjadi kesempatan untuk membangun sistem keuangan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan. Karena pada akhirnya, keberhasilan ekonomi bukan hanya soal angka di neraca, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan satu sama lain dalam masa sulit.

 

Gumilar Aditya Nugroho, S.H
Advokat & Praktisi Hukum Perbankan