Penerapan Pasal tersebut tentunya harus selaras dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank, regulasi tersebut menjabarkan risiko-risiko dalam kegiatan usaha bank yang meliputi: (i) risiko kredit, (ii) risiko pasar, (iii) risiko likuiditas, (iv) risiko operasional, (v) risiko kepatuhan, (vi) risiko hukum, (vii) risiko reputasi, (viii) risiko stratejik. Risiko-risiko ini adalah risiko yang mungkin muncul ketika bank melaksanakan kegiatan usahanya.
Maka dari itu, prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) diterapkan sebagai upaya bank umum melindungi dana masyarakat yang telah dipercayakan kepadanya.
3. Hukum Kepailitan (UU No. 37 Tahun 2004)
Dalam konteks kepailitan, kreditor yang hanya memiliki hak personal (seperti melalui negative pledge) tidak memiliki kedudukan preferen. Kreditor tersebut hanya berstatus sebagai kreditur konkuren, sejajar dengan kreditor lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kekuatan Hukum dan Risiko Legal Klausula Negative Pledge
Meskipun negative pledge memiliki kekuatan mengikat secara kontraktual, terdapat beberapa keterbatasan hukum yang perlu dipahami:
Tidak Berlaku terhadap Pihak Ketiga: Karena tidak tercatat di lembaga publik seperti hak tanggungan, pihak ketiga yang beritikad baik tidak dapat dibebani tanggung jawab atau dianggap melanggar negative pledge.
Tidak Memberikan Hak Eksekusi: Negative pledge tidak dapat digunakan untuk mengeksekusi aset secara langsung. Satu-satunya upaya hukum adalah menuntut debitur atas dasar wanprestasi.
Tidak Berlaku dalam Kepailitan: Ketika debitur pailit, kreditor dengan negative pledge tetap hanya sebagai kreditor konkuren.
Perlu Dukungan Klausula Tambahan: Untuk memperkuat efektivitasnya, negative pledge sebaiknya disertai dengan:
– Acceleration clause
– Cross-default clause
– Financial covenants
– Ketentuan pelaporan dan audit
Implikasi Bagi Perusahaan (Debitur)
Bagi pimpinan perusahaan, khususnya bagian keuangan dan hukum, pemahaman terhadap negative pledge sangat penting karena:
– Membatasi Aksi Korporasi: Perusahaan tidak dapat menggunakan aset sebagai jaminan tanpa izin dari bank. Hal ini dapat menghambat fleksibilitas pembiayaan.
– Menimbulkan Risiko Pelanggaran: Jika perusahaan tidak melakukan due diligence sebelum mengambil pembiayaan baru, mereka dapat tanpa sengaja melanggar negative pledge yang sudah ada.
– Kewajiban Administratif Tambahan: Adanya negative pledge memerlukan pelaporan rutin, audit aset, dan keterlibatan aktif divisi hukum serta keuangan.
– Pengaruh terhadap Reputasi: Pelanggaran terhadap klausula ini dapat mempengaruhi reputasi perusahaan di mata perbankan dan investor.
Rekomendasi Strategis
Untuk Bank/Kreditor:
– Formulasikan negative pledge secara rinci dan eksplisit dalam kontrak.
– Sanksi tegas terhadap pelanggaran.
– Tambahkan ketentuan monitoring dan pelaporan rutin.
– Terapkan covenant keuangan sebagai pelengkap.
– Masukkan klausula percepatan dan cross-default.
Untuk Perusahaan/Debitur:
– Libatkan divisi hukum dalam setiap perjanjian pembiayaan.
– Lakukan pengecekan silang terhadap seluruh perjanjian aktif.
– Buat SOP untuk permintaan persetujuan kreditur.
– Evaluasi struktur pendanaan secara berkala.
– Bangun sistem pelaporan dan pengawasan internal terhadap penggunaan aset.
Penutup
Negative pledge adalah alat kontraktual yang penting dalam praktik pembiayaan modern. Meskipun tidak memberikan perlindungan kebendaan seperti jaminan fidusia atau hak tanggungan, keberadaannya sangat strategis dalam menjaga posisi bank dan mengatur pembatasan terhadap tindakan sepihak debitur.
Bank sebagai kreditur harus cermat dalam merancang klausula ini dan mengawasi implementasinya secara konsisten. Sementara itu, perusahaan sebagai debitur perlu mengelola kewajiban kontraktual ini dengan hati-hati untuk menghindari risiko hukum, keuangan, dan reputasi.
Dengan manajemen yang cermat dan komitmen terhadap prinsip tata kelola yang baik, negative pledge dapat menjadi jembatan antara kepentingan proteksi kreditur dan fleksibilitas finansial debitur.
Peran serta aktif dari legal counsel, manajemen risiko, dan pimpinan perusahaan menjadi kunci untuk memastikan bahwa perjanjian pembiayaan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga adil, seimbang, dan berkelanjutan secara bisnis.
Tentang Penulis
Penulis adalah advokat dan konsultan hukum perbankan & korporasi, Managing Partners di Law Firm Nugroho & Associates dengan pengalaman mendampingi perusahaan perbankan nasional maupun lingkup Daerah dalam hal penyelesaian sengketa kontrak. Anggota DPC Peradi Medan, Presiden Medan Lawyer FC, serta Sekretris Korps Advokat Alumni UMSU.
Gumilar Aditya Nugroho, S.H
Advokat & Konsultan Hukum Perbankan dan Korporasi
Halaman : 1 2