Penangkapan orang dekat Bobby Nasution memicu spekulasi tajam soal masa depan dinasti politik Jokowi. Pakar politik membaca ini bukan sekadar korupsi proyek, melainkan pertarungan kendali menuju Pilpres 2029.
Topikseru.com – Deklarasi “Pemerintahan Bersih” yang digembar-gemborkan Bobby Nasution saat pelantikan sebagai Gubernur Sumatera Utara pada November 2024 kini justru dibenturkan oleh kenyataan pahit: OTT terhadap Kepala Dinas PUPR Topan Obaja Putra Ginting (TOP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ironisnya, Topan Ginting adalah orang kepercayaan Bobby sejak menjabat Wali Kota Medan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Shohibul Anshor Siregar, Dosen Sosiologi Politik FISIP UMSU, kepada Topikseru.com menyebut peristiwa ini bukan sekadar kegagalan moral individu, melainkan simptom akut dari patologi demokrasi elektoral Indonesia.
“Korupsi sudah menjadi bagian dari sistem suksesi. Kita tidak lagi bicara kasus lokal, ini gejala kronis dari demokrasi yang ditukar dengan utang politik,” tegas Shohibul Anshor Siregar.
Korupsi Loyalitas dan Patronase
OTT yang menyeret nama Topan, arsitek proyek infrastruktur era Bobby, mengungkap pola lama dalam balutan jargon baru.
Menurut Siregar, korupsi dalam kasus ini sarat nuansa patron-klien.
“Proyek infrastruktur adalah mata uang kekuasaan. Ini korupsi yang dilanggengkan atas nama loyalitas,” jelasnya.
Yang membuatnya lebih menyesakkan, proyek yang diduga dikorupsi justru merupakan bagian dari program unggulan Bobby: “Revitalisasi Jalan Lintas Barat Sumut” – narasi reformasi yang kini runtuh di bawah kaki penyidik.
KPK Menyentuh Bayangan Istana
Apa yang membuat OTT kali ini menggetarkan bukan hanya jumlah kerugian, tapi proksimitas pelaku ke lingkar kekuasaan nasional.
Penulis : Muchlis
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya