Gibran, sebagai Wapres, dihadapkan pada dilema: turun tangan berisiko nepotisme, diam dianggap gagal menjaga integritas keluarga.
“Ini jebakan legitimasi. Apa pun sikap Gibran, dampaknya akan membentuk persepsi politik publik menjelang 2029,” kata Siregar.
Suksesi 2029: Retak atau Renegosiasi?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski publik melihat OTT ini sebagai keretakan Prabowo-Jokowi, Siregar justru melihatnya sebagai momen negosiasi ulang peta kekuasaan menjelang 2029.
“Prabowo bisa saja mulai mengurangi ketergantungan pada jaringan Jokowi. Di sisi lain, Gibran harus membuktikan bahwa dia bisa berdiri sendiri tanpa bayang-bayang sang ayah,” jelasnya.
Tata Kelola Sumut: Alarm Reformasi
Siregar juga menyoroti runtuhnya sistem di tingkat lokal. Dari sengketa Pilkada, kekacauan pengisian jabatan, hingga korupsi elite, Sumut kini darurat reformasi birokrasi.
“Jika tak dibongkar secara sistemik, deklarasi ‘bersih’ hanya jadi kosmetik kampanye,” katanya.
72 Jam Menentukan: Bertahan atau Tumbang?
Situasi kini menempatkan Bobby di ujung tanduk. Dua pilihan terbuka di depannya:
1. Biarkan KPK bekerja mandiri → risiko besar jika keterlibatan terbukti.
2. Mainkan sisa pengaruh keluarga untuk intervensi → skandal bisa meledak secara nasional.
“Jika Bobby lolos, itu bukan jaminan dia bersih. Bisa jadi, elite nasional belum membutuhkan tumbalnya sekarang,” Siregar memperingatkan.
Penulis : Muchlis
Halaman : 1 2