Topikseru.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akhirnya angkat bicara soal meme bernada rasis yang menyerangnya di media sosial. Namun alih-alih marah, Bahlil justru memilih memaafkan pembuat meme dan meminta sayap Partai Golkar menghentikan laporan hukum yang sempat dilayangkan.
“Saya pikir ya, kalau ada yang meme-meme, sudah lah saya maafkan. Tidak apa-apa. Sebenarnya kalau kritisi kebijakan itu tidak apa-apa. Tapi kalau sudah pribadi, sudah mengarah ke rasis, itu menurut saya tidak bagus,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Bahlil Lahadalia: Allah Saja Mau Memaafkan
Bahlil mengatakan dirinya tidak ingin memperpanjang urusan yang justru bisa memecah belah publik. Ia bahkan berniat meminta Partai Golkar untuk mencabut laporan tersebut.
“Nanti saya akan minta sudah, stop (laporan). Apalagi kalau sudah ada yang minta maaf kan. Allah saja mau memaafkan umatnya ketika dia sudah minta maaf. Apalagi kita manusia,” tegasnya.
Menurut Bahlil, sikap memaafkan adalah bentuk kemanusiaan dan bagian dari ajaran agama. Dia mengaku terbiasa menerima hinaan sejak kecil dan tak masalah menjadi sasaran kritik selama tujuannya membangun, bukan menjatuhkan.
Kritik Boleh, Asal Tak Rasis
Meski begitu, Bahlil menegaskan bahwa ujaran kebencian berbasis ras dan fisik tidak bisa dibenarkan. Dia menyoroti maraknya komentar yang menyinggung warna kulit dan asal-usulnya.
“Karena saya kulit saya hitam, mungkin tubuh saya tidak terlalu tinggi. Terus apakah tidak boleh begitu? Bagaimana dengan saudara-saudara kita di Papua, di Maluku, di Kalimantan, di NTT? Indonesia ini satu kesatuan yang utuh,” katanya tegas.
Dia juga mengingatkan bahwa perbedaan justru adalah kekuatan bangsa, apalagi menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda.
Kritik Itu Perlu, Tapi Jangan Serang Pribadi
Bahlil menyebut dirinya terbuka terhadap kritik atas kebijakan kementeriannya, termasuk di sektor energi dan sumber daya mineral.
Namun, ia menolak jika kritik tersebut menyasar ke hal pribadi atau digunakan untuk mengintervensi kebijakan negara.












