SPLIT CHOICE PADA PILKADA SERENTAK 2024

Selasa, 5 November 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fuad Ginting. Foto: Dok Pribadi

Fuad Ginting. Foto: Dok Pribadi

Akan menjadi aneh memang jika ada calon gubernur Sumatera Utara meng-‘endorse’ (mendukung) calon bupati atau calon wali kota. Dengan kondisi politik seperti disebutkan diatas, justru calon gubernur lah yang lebih butuh endorsement dari calon bupati dan calon wali kota yang ada di seluruh Sumatera Utara, bukan sebaliknya. Karena jelas calon bupati dan calon wali kota lah yang memiliki pemilih pasti.

Namun memang tidak bisa dipungkiri ada beberapa pasangan calon calon bupati/ wali kota yang inferior dan butuh backup-an dari kekuatan politik yang lebih besar. Dalam konteks Sumut, Bobby Nasution sebagai menantu Jokowi dan saat ini berada di partai Gerindra memunculkan persepsi publik; siapa paslon cakada yang berada di ‘circle’ Bobby akan mendapatkan keuntungan-keuntungan politis dalam pertarungan elektoral ini.

Begitulah terjadinya split choice di pilkada kedepan, hal ini terjadi karena lemahnya kelembagaan partai politik yang tidak mampu mendisiplinkan kader yang maju sebagai cakada dan juga ketidakmampuan partai politik menghegemoni simpatisan untuk mengikuti arahan partainya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kondisi ini juga adalah akibat terbentuknya koalisi-koalisi pengusung calon kepala daerah tidak lagi mengindahkan fatsun dan nilai ideologis partai politik, koalisi dibentuk dengan pertimbangan keuntungan elektoral dan tak lebih dari transaksi jual beli perahu saja.

Ini membuat kader dan simpatisan menjadi kehilangan arah dalam membaca situasi politik yang sedang terjadi, apalagi kader dan simpatisan di akar rumput tidak mendapatkan benefit dari manuver elit partai politik dalam penentuan calon kepala daerah.

Saking lemahnya kelembagaan partai politik sekarang, beberapa partai hanya berfungsi untuk syarat administratif calon kepala daerah mendaftar ke KPU, setelah itu calon kepala daerah yang bekerja sendiri sampai terpilih. Jelas saja kemudian partai politik tidak lagi menjadi salah satu pertimbangan masyarakat memilih calon kepala daerahnya.

Editor : Damai Mendrofa

Follow WhatsApp Channel topikseru.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

DPR Jawab Tuntutan 17+8 dengan Enam Keputusan, Mulai dari Hapus Tunjangan hingga Moratorium Kunker
Tuntutan 17+8: Seruan Boikot Caleg di Pemilu 2029 Menggema
Mahasiswa Pandu Pimpinan DPR Bersumpah: Berbahasa Satu, Tanpa Kebohongan dan Kemunafikan
DPR Respons Tuntutan 17+8 Rakyat: Dari Kasus Affan Kurniawan Hingga RUU Perampasan Aset
Nasib Ahmad Sahroni: Rumah Dijarah, Dinonaktifkan dari DPR RI, Bagaimana Selanjutnya?
Astrid Kuya Ikhlas Rumah Dijarah Massa, “Semoga Barang-Barang Itu Bermanfaat”
NasDem Minta Gaji dan Fasilitas Sahroni dan Nafa Urbach Disetop
Soroti Penangkapan Direktur Lokataru, Benny K Harman Komisi III: Polisi Harus Bedakan Ajakan Demonstrasi dan Anarkis

Berita Terkait

Sabtu, 6 September 2025 - 07:01

DPR Jawab Tuntutan 17+8 dengan Enam Keputusan, Mulai dari Hapus Tunjangan hingga Moratorium Kunker

Sabtu, 6 September 2025 - 00:29

Tuntutan 17+8: Seruan Boikot Caleg di Pemilu 2029 Menggema

Kamis, 4 September 2025 - 11:10

Mahasiswa Pandu Pimpinan DPR Bersumpah: Berbahasa Satu, Tanpa Kebohongan dan Kemunafikan

Kamis, 4 September 2025 - 08:01

DPR Respons Tuntutan 17+8 Rakyat: Dari Kasus Affan Kurniawan Hingga RUU Perampasan Aset

Kamis, 4 September 2025 - 06:01

Nasib Ahmad Sahroni: Rumah Dijarah, Dinonaktifkan dari DPR RI, Bagaimana Selanjutnya?

Berita Terbaru