MK Hapus Presidential Threshold: Bertentangan dengan UUD

Kamis, 2 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tangkapan layar - Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait dengan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Tangkapan layar - Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait dengan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

TOPIKSERU.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan mengabulkan permohonan pemohon untuk menghapus syarat ambang batas minimal persentase pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada undang-undang pemilu.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan putusan menyebut Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

Baca Juga  Hasto PDIP Sebut Tak Gentar Meski Ditersangkakan: Penjara Adalah Jalan Pengorbanan

Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, merupakan bentuk ketidakadilan.

“Selain itu, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi.

Penulis : Muchlis

Sumber Berita : Antara

Follow WhatsApp Channel topikseru.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

DPR Jawab Tuntutan 17+8 dengan Enam Keputusan, Mulai dari Hapus Tunjangan hingga Moratorium Kunker
Tuntutan 17+8: Seruan Boikot Caleg di Pemilu 2029 Menggema
Mahasiswa Pandu Pimpinan DPR Bersumpah: Berbahasa Satu, Tanpa Kebohongan dan Kemunafikan
DPR Respons Tuntutan 17+8 Rakyat: Dari Kasus Affan Kurniawan Hingga RUU Perampasan Aset
Nasib Ahmad Sahroni: Rumah Dijarah, Dinonaktifkan dari DPR RI, Bagaimana Selanjutnya?
Astrid Kuya Ikhlas Rumah Dijarah Massa, “Semoga Barang-Barang Itu Bermanfaat”
NasDem Minta Gaji dan Fasilitas Sahroni dan Nafa Urbach Disetop
Soroti Penangkapan Direktur Lokataru, Benny K Harman Komisi III: Polisi Harus Bedakan Ajakan Demonstrasi dan Anarkis

Berita Terkait

Sabtu, 6 September 2025 - 07:01

DPR Jawab Tuntutan 17+8 dengan Enam Keputusan, Mulai dari Hapus Tunjangan hingga Moratorium Kunker

Sabtu, 6 September 2025 - 00:29

Tuntutan 17+8: Seruan Boikot Caleg di Pemilu 2029 Menggema

Kamis, 4 September 2025 - 11:10

Mahasiswa Pandu Pimpinan DPR Bersumpah: Berbahasa Satu, Tanpa Kebohongan dan Kemunafikan

Kamis, 4 September 2025 - 08:01

DPR Respons Tuntutan 17+8 Rakyat: Dari Kasus Affan Kurniawan Hingga RUU Perampasan Aset

Kamis, 4 September 2025 - 06:01

Nasib Ahmad Sahroni: Rumah Dijarah, Dinonaktifkan dari DPR RI, Bagaimana Selanjutnya?

Berita Terbaru