TOPIKSERU.COM, JAKARTA – Suara Mersi boru Silalahi bergetar, sejenak dia berhenti berbicara. Dia tak kuasa menahan kesedihan, air matanya berlinang dan mengalir di pipi. Dia teringat dengan kelima anaknya yang ditinggalkan di kampung.
Mersi harus meninggalkan kelima anaknya, yang empat di antaranya masih duduk di bangku sekolah demi mencari keadilan di Jakarta.
“Saya sangat sedih saat ini. Saya bersama-sama pejuang masyarakat adat dari Sihaporas dan Dolok Parmonangan sudah hampir tiga minggu berada di Jakarta. Kami ke sini bukan jalan-jalan, bukan main-main,” kata Mersi Boru Silalahi, saat jumpa pers di Gedung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia bersama pejuang adat lain berangkat dari Sihaporas dan tiba di Jakarta pada Selasa 27 Agustus yang lalu. Kedatangan mereka untuk mencari keadilan atas penangkapan pejuang masyarakat adat di Kabupaten Simalungun.
Mersi menyebut polisi menangkap suaminya Thomas Ambarita dan lima orang pejuang tanah adat lainnya.
Suaminya merupakan Bendahara Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).
“Suami saya dan lima orang lainnya adalah pegiat masyarakat adat yang hidup dan bertumpu pada alam sekitar. Mereka bukan teroris, bukan koruptor, bukan pembunuh, jadi jangan ditangkap,” ujar Mersi Boru Silalahi.
Suami Ditangkap saat Lelap
Dia mengatakan pada Senin (22/7) sekira pukul 03.00 WIB, polisi menangkap suaminya beserta lima orang masyarakat adat lainnya.
Kala itu, puluhan personel polisi dan security PT TPL menyerbu gubuk posko Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).
Mersi menyebut polisi menangkap suaminya, Thomson Ambarita yang sedang lelap.
Penangkapan itu terjadi tepatnya di kawasan Danau Toba, Buttu Pangaturan, Nagori (desa) Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
“Bebaskan suami saya dan pejuang masyarakat adat, sekarang juga,” teriak Mersi.
Mersi dan Thomson memiliki lima orang anak. Namun, sang suami saat ini harus mendekam di sel tahanan Polres Simalungun atas tuduhan yang tidak mereka lakukan.
“Kalau yang bungsu perempuan satu-satunya, Avelina Ambarita, usianya 10 tahun dan masih duduk di bangku kelas 5 SD Negeri Sihaporas,” kata Mersi.
Dia berharap polisi segera membebaskan suaminya dan kelima pejuang masyarakat adat, karena mereka merupakan tulang punggung keluarga.
“Kami tinggalkan anak-anak, seperti anakku yang masih kecil. Apakah dia makan, apakah dia mandi, apakah bajunya ke sekolah di seterika?,” ujar Mersi.