TOPIKSERU.COM, SIMALUNGUN – Bukit kecil menjorok ke Danau Toba, tepatnya di Tiga Raja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, sepintas seperti pulau kecil dikelilingi air. Di sini, terdapat komplek Pesanggrahan Sukarno, presiden RI pertama saat diasingkan Belanda 4 Januari hingga Maret 1949.
Komplek Pesanggarahan ini terletak di lahan seluas 1.400 meter persegi. Selain bangunan utama dengan 2 lantai, terdapat juga sejumlah bangunan seperti gajebo. Gajebo yang dulu disebut-sebut kerap dijadikan Sukarno tempat duduk-duduk memandangai Danau Toba.
Rumah bergaya Eropa yang dibangun tahun 1820 itu, tidak saja menjadi tempat pengasingan Sukarno. Dua tokoh bangsa lainnya, juga sempat diasingkan disini. Yakni Sutan Sjahrir dan KH Agus Salim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari lokasi ini, lanskap Danau Toba terhampar apik. Itu sebab, mengapa selalu saja ramai orang yang datang. Selain berswafoto dengan latar komplek destinasi sejarah bangsa, selebihnya dapat duduk-duduk bercengkerama sembari menikmati pemandangan yang memesona.
Akses menuju Pesanggrahan ini tak sulit. Jika memulai perjalanan dari Bandara Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara, perjalanan berkendara dalam kecepatan normal hanya sekitar 3 hingga 4 jam.
Tiba di Parapat, arahkan kendaraan di pertigaan Jalan Kol. TPR Sinaga. Ikuti jalan satu arah hingga pertigaan dengan jalan Talun Sungkit, namun tetap di jalan Kol TPR Sinaga yang mengarah ke kanan pertigaan.
Tetap ikuti jalan tersebut hingga pertigaan kedua dan masuk ke jalan Marihat yang searah dengan jalan Kol TPR Sinaga. Sekitar 3 menit, akan bertemu pertigaan selanjutnya, lalu ambil jalan ke kiri ke arah Darma Agung Beach. Dari situ, akan bertemu gapura menuju komplek Pesanggrahan. Di sini, Pemprov Sumut juga menyediakan mess.
Masuk ke dalam komplek, terdapat jalan hotmix mengelilingi pesanggrahan. Jalan ini, dimanfaatkan pula oleh para pengunjung memarkirkan kendaraannya.
Pinus, Cemara dan Tangga yang Berhubungan Dengan Momen Kemerdekaan
Pohon-pohon Cemara dan Pinus jadi kanopi komplek Pesanggrahan Sukarno. Pepohonan tua itu besar, rindang dan menjulang tinggi. Siapa sangka, kedua jenis pohon itu berkaitan erat dengan momen kemerdekaan bangsa. Yakni dari jumlahnya.
Pohon Pinus yang tumbuh di komplek ini berjumlah 45 batang dan pohon cemara sebanyak 8 batang. Jika dihubungkan, jumlah 45 merupakan tahun kemerdekaan Republik Indonesia, dan angka 8 merupakan bulan Agustus, bulan kemerdekaan bangsa.
Tidak itu saja, jumlah tangga menuju rumah pesanggarahan juga berjumlah 17. Ya, tanggal 17 merupakan tanggal dimana Sukarno-Hatta meproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain rumah pesanggrahan, sejumlah sarana pendukung terdapat di komplek tersebut. Diantaranya Mess Pemprov Sumut yang berada di sisi kanan Pesanggrahan berjarak 100 meter. Di sisi kanan, di dataran lebih rendah dan berdekatan dengan pesanggrahan terdapat kolam.
Kemudian, terdapat dua joglo bergaya khas Batak yang dibangun berdekatan. Kedua jolgo tersebut dimanfaatkan sebagai tempat makan atau sekedar duduk ngopi dan bersantai.
Perjalanan Sukarno Sebelum Diasingkan di Parapat
Zamzami (45), menjadi penjaga Pesanggrahan Sukarno dan Mess sejak 2013. Ayah dari dua putri dan seorang putra ini menghuni ruangan lantai bawah di belakang Pesanggrahan. Dari sana ia setiap hari mengawali tugasnya menjaga dan merawat.
Pria berdarah Minang yang akrab disapa Izam itu tahu betul kisah Sukarno, KH Agus Salim dan Sutan Sjahrir selama diasingkan bersama di Pesanggrahan tersebut.
Izam mengawali, sebulan sebelum pengasingan di Parapat, Sukarno diberangkatkan oleh Belanda dari Bandara Maguwo di Jogja tanggal 22 Desember 1948. Agresi Belanda ke II baru saja dilancarkan saat itu. Sukarno menuju Sumatera Utara, tepatnya ke Bandara Polonia. Ia lantas dibawa ke berastagi di Bukit Kubu selama 12 hari.
“Belanda menyampaikan tujuannya agar komunikasi antara Sukarno dan para pemimpin lain diputuskan. Dan tujuan kedua agar Sukarno menggagalkan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 27 Desember, Sukarno disodorkan selembar surat, dibaca bersama Agus Salim dan Sutan Syahrir. Disana Sukarno menegaskan tidak akan pernah menandatangani,” kata Izam.
Karena tidak mau menandatangani, Sukarno dibujuk akan diberi hadiah satu peti uang Golden dan satu peti pakaian mewah. Tapi Sukarno tetap dengan pendiriannya. Belanda tak menyerah dan kembali menyatakan akan memberikan apapun permintaan Soekarno.
“Disitu Sukarno memberikan jawaban yang luar biasa yang tidak disangka oleh pemimpin tentara Belanda, dia bilang, tunggu dulu saya tanya sama anak saya, kalau anak saya mau menandatangani surat ini, baru nanti saya tandatangani, disitu timbul pertanyaan Belanda siapa anaknya? Sukarno menjawab anak saya dari Sabang sampai Merauke,” tukas Izam.
Belanda Hendak Racuni Sukarno
Karena Sukarno tidak mau menandatangani, timbullah niat tentara Belanda untuk meracuni Soekarno. Itu dilakukan keesokan harinya pada 29 Desember 1948 pagi. Seorang pelayan di pengasingan di Bukit Kubu bernama Karno Subiran diberikan satu botol kecil berisi cairan. Ia diminta campurkan ke makanan soekarno, dengan alasan vitamin untuk mereka bertiga.
Beruntung Karno tidak percaya. Ia lalu mencampurnya dengan roti atau makanan yang biasa dimakan Sukarno. Dan hingga satu menit, roti itu berubah warna menjadi hitam semua.
“Disitu Karno melawan, katanya, gila kau, masa pemimpinku sendiri mau kuracuni sendiri. Racun itu dibuang Karno, karena dibuang, dia pun jadi sasaran, dipukul, diseret dan dijadikan tahanan rumah di daerah Berastagi dan ingin dieksekusi sama tentara belanda, tapi dengan lantang Karno menjawab siap mati demi pemimpin bangsa, dan disitulah Belanda mundur,” ujar Izam.
Sukarno Dijebloskan ke Penjara
Tak ada pilihan, tentara Belanda akhirnya menjebloskan Karno ke dalam Penjara. Dan sejak pagi sampai sore hari, Sukarno tidak berjumpa dengan Karno Suiran. Ia pun mempertanyakan keberdaaan Karno dan akhirnya mengetahui bahwa Karno di dalam penjara. Sukarno marah dan meminta tentara Belanda mengeluarkan Karno.
Penulis : Damai Mendrofa
Editor : Muklis
Halaman : 1 2 Selanjutnya