Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, pelemahan rupiah ke level Rp 16.700 merupakan batas psikologis yang kini diamati ketat oleh otoritas moneter.
“Level Rp 16.700 per dolar AS menjadi perhatian bagi BI, mendekati Rp 17.000. Ada buffer Rp 300 agar tidak menembus Rp 17.000 yang bisa memberikan sentimen semakin membebani,” ujar Lukman
Ia memproyeksikan pergerakan rupiah dalam sebulan ke depan akan tetap volatile, seiring rilis data ekonomi AS yang sempat tertunda akibat penutupan pemerintah.
“Data-data tersebut bisa tidak akurat dan direvisi, sehingga pasar kehilangan arah. Saat ini The Fed lebih condong bertahan, sehingga rupiah tidak akan jauh dari level sekarang. Tetapi jika ada pemangkasan suku bunga, rupiah bisa menguat hingga Rp 16.500 per dolar AS,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, memperkirakan rupiah pada perdagangan berikutnya akan bergerak datar dengan kecenderungan melemah terbatas.
“Rupiah berpotensi fluktuatif di kisaran Rp16.650–Rp16.800 per dolar AS,” ujarnya.
Sutopo menegaskan bahwa rilis Nonfarm Payrolls (NFP) AS menjadi penentu arah rupiah dalam jangka pendek.
“Jika NFP lebih kuat dari perkiraan, dolar akan menguat lebih lanjut dan menekan rupiah mendekati Rp16.800. Sebaliknya, jika NFP lemah, rupiah berpeluang kembali menguji Rp 16.700,” katanya.
Kondisi risk-off global serta DXY yang berada di level tertinggi enam bulan juga membuat rupiah sulit menguat signifikan.
Di sisi domestik, Sutopo menilai keputusan BI menjaga suku bunga serta surplus transaksi berjalan kuartal III-2025 memberikan penyangga penting bagi rupiah. Meski begitu ia mengakui sentimen global tetap mendominasi.
“Fundamental domestik mungkin akan kesulitan menahan tekanan penguatan dolar yang sangat kuat di pasar global,” ujarnya.












