“Pasar kini memperkirakan peluang The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin sebesar 87%,” ujarnya.
Ibrahim menyebut, kabar kandidat kuat pengganti Ketua The Fed Jerome Powell yaitu Kevin Hassett dianggap berpandangan dovish juga ikut menekan dolar.
Ia mengatakan pergeseran ekspektasi kebijakan ini membuat indeks dolar mencatat pelemahan mingguan terdalam dalam empat bulan.
Selain itu, pelaku pasar turut menanti serangkaian data ekonomi AS seperti PMI Manufaktur ISM, data jasa, hingga klaim pengangguran.
Sementara dari dalam negeri, Ibrahim menilai sentimen positif datang dari surplus perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 yang mencapai US$ 2,39 miliar, ini sekaligus menjadi surplus beruntun selama 66 bulan sejak bulan Mei 2020.
Ia juga menyoroti penguatan PMI manufaktur Indonesia ke level 53,3 pada November. Hal ini juga menunjukkan ekspansi empat bulan berturut-turut. Menurut dia, perbaikan permintaan domestik, turut mendukung stabilitas rupiah.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong menilai, penguatan rupiah hari ini hanya tipis karena data domestik yang kurang kuat.
“Rupiah ditutup menguat tipis, gagal mempertahankan penguatan awal setelah rilis data perdagangan Indonesia yang sangat lemah serta inflasi yang menunjukkan moderasi,” ungkapnya.
Lukman juga sepakat menyebut, dolar AS masih tertekan potensi pemangkasan suku bunga serta kabar mengenai kandidat Ketua The Fed yang bersikap dovish.
Namun dari sisi domestik, fundamental yang melemah masih menahan momentum rupiah.
Untuk perdagangan Selasa (2/12/2025, ia memproyeksikan rupiah bergerak dalam rentang Rp 16.600–Rp 16.700.
Kalau Ibrahim memperkirakan rupiah bergerak fluktuatif dengan kecenderungan menguat.
Ia memproyeksikan rupiah diperkirakan ditutup menguat di rentang Rp16.630 – Rp16.670 per dolar AS.












