4. Lini Belakang Kalah Cepat dan Mudah Dieksploitasi
Masalah lain yang tampak jelas adalah ketidaksiapan lini belakang menghadapi kecepatan Arab Saudi. Serangan-serangan cepat lawan sering kali membuat barisan pertahanan Indonesia panik.
Dalam beberapa situasi, Jay Idzes dan Kevin diks terlalu lambat menutup ruang di belakang. Arab Saudi memanfaatkan celah di antara bek sayap dan fullback terutama di sisi kanan yang dijaga Yakob Sayuri untuk menusuk lewat sayap dan mencoba umpan silang datar.
Gol pertama dan ketiga Arab Saudi lahir dari situasi transisi cepat di mana para bek tidak mampu menyesuaikan posisi. Kelelahan, miskomunikasi, dan terlambatnya menutup ruang menjadi faktor yang membuat mereka terlambat bereaksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menariknya, pola ini sudah terlihat sejak beberapa laga terakhir di bawah Kluivert. Timnas Indonesia kerap kebobolan dari skema serangan cepat dan situasi bola kedua. Hal ini menunjukkan bahwa struktur pertahanan belum kompak dan stabil
Berbeda dengan era Shin Tae-yong, di mana organisasi pertahanan menjadi prioritas utama dengan compact line dan disiplin jarak antar pemain, kini pertahanan Indonesia terlihat longgar dan sering kehilangan bentuk.
Arab Saudi dengan cermat membaca kelemahan ini. Mereka menyerang cepat, memanfaatkan kelonggaran ruang pertahanan, penetrasi melalui sayap dan beberapa kali mencoba melepaskan umpan silang ke area kosong. Koordinasi antarbek yang belum solid membuat gawang Indonesia mudah terancam.
Kelemahan ini menjadi alarm serius. Dalam laga internasional, pertahanan bukan hanya soal kemampuan individu, tapi juga sinkronisasi dan kecepatan membaca permainan, dua hal yang tampaknya belum maksimal dalam sistem Kluivert.
5. Pergantian Pemain yang Terlambat dan Kurang Efektif
Kritik paling keras datang pada aspek ini. Pergantian pemain Indonesia dinilai terlalu lambat, reaktif, dan tidak memberikan dampak signifikan.
Patrick Kluivert baru melakukan perubahan berarti setelah jeda babak pertama dengan memasukkan Eliano Reijnders menggantikan Beckham Putra. Keputusan ini memang memperbaiki ritme sedikit, namun momentum sudah terlanjur dimiliki Arab Saudi.
Di babak kedua, dua pergantian berikutnya Thom Haye dan Ole Romeny juga datang ketika pertandingan sudah berat sebelah. Thom Haye masuk untuk memperbaiki sirkulasi bola, sementara Romeny diharapkan menambah daya gedor. Masuknya mereka di fase akhir memberikan dampak, tetapi terkesan terlambat.
Pergantian yang dilakukan tidak sepenuhnya menjawab masalah utama di lapangan. Ketika Indonesia kesulitan membangun serangan dari tengah, seharusnya perubahan dilakukan lebih cepat dan strategis, misalnya menambah pemain kreatif lebih awal, mengganti pemain yang tidak bisa mengimbangi tempo jalannya pertandingan, atau mengubah formasi menjadi dua striker untuk memberi tekanan.
Selain itu, pergantian yang dilakukan tampak tidak sejalan dengan rencana taktis keseluruhan. Formasi dan karakter permainan tidak berubah signifikan setelah pergantian dilakukan. Tim tetap bermain dengan cara yang sama, padahal sudah tertinggal dua gol.
Ketidakseimbangan antara strategi dan substitusi ini menjadi catatan besar. Di level internasional, pelatih dituntut mampu membaca perubahan tempo permainan dan merespons cepat. Kluivert tampak ragu-ragu dalam mengambil keputusan, dan itu terlihat dari lambatnya respons di momen krusial.
Terakhir, kedalaman skuad juga menjadi isu tersendiri. Ketika pemain inti kelelahan, pilihan di bangku cadangan tidak memberikan solusi berarti. Artinya, perencanaan komposisi tim belum cukup matang untuk menghadapi laga berintensitas tinggi seperti ini.
Kekalahan yang Penuh Pelajaran
Kekalahan 2–3 dari Arab Saudi memang menyakitkan, tetapi juga membuka mata bahwa Timnas Indonesia masih dalam masa transisi identitas permainan. Patrick Kluivert mencoba membawa pendekatan baru, namun tampaknya belum cocok dengan karakter dan kultur pemain.
Kegagalan mengantisipasi kecepatan lawan, pemilihan pemain yang tidak ideal, serta pergantian yang terlambat membuat performa Indonesia tidak maksimal.
Namun di balik itu, ada hal positif mental para pemain tetap kuat hingga akhir, terbukti dengan gol kedua yang dicetak di menit akhir lewat penalti Kevin Diks. Ini menunjukkan semangat juang yang tidak pernah padam.
Ke depan, jika Indonesia ingin kembali kompetitif di level Asia, Kluivert harus segera mengevaluasi pendekatan taktisnya. Kombinasi antara efisiensi ala Shin Tae-yong dan struktur modern ala Kluivert bisa menjadi jalan tengah yang ideal.
Pertandingan ini menjadi pelajaran penting, di level tertinggi sepak bola, kesalahan kecil dalam pemilihan pemain, formasi, atau pergantian dapat menentukan segalanya.
Indonesia kalah 2–3 dari Arab Saudi pada laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, Selasa (8/10/2025). Pertandingan ini menunjukkan kelemahan pada pemilihan pemain dan strategi permainan yang kurang efektif di bawah arahan Patrick Kluivert.
Penulis : Mangara Wahyudi
Editor : Muchlis
Halaman : 1 2