TOPIKSERU.COM, TAPTENG – Keberadaan pukat trawl masih menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan ekosistem laut dan nelayan tradisional di pesisir Pantai Barat Sumatera Utara (Sumut), khususnya di Sibolga-Tapteng.
Kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap ilegal ini telah lama bebas beroperasi tanpa tersentuh hukum.
Setidaknya hal tersebut yang terus dikeluhkan oleh para nelayan tradisional di Pantai Barat Sumut khususnya Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya, seiring beroperasinya alat tangkap terlarang itu, para nelayan tradisional semakin terjepit, hasil tangkapan ikan kian tergerus oleh alat perusak tersebut.
PZ (55), seorang nakhoda Pukat Bagan Teri di Sibolga-Tapteng mengatakan para nelayan tradisional yang sehari-hari menggantungkan hidup dari hasil melaut, kian menjerit dan terhimpit.
Para nelayan yang menangkap ikan dengan berbagai metode seperti nelayan bagan pancang, nelayan pinggiran, jaring salam, pukat bagan terapung, rumpon, serta pukat yang memakai alat tangkap tradisional lainnya, hanya bisa pasrah melihat pukat trawl beroperasi di depan mata mereka.
“Apa yang menjadi alasan illegal fishing (pencuri ikan) ini dibiarkan beroperasi? Apa mereka punya setoran pajak yang besar dibandingkan tambang emas, batubara atau tambang lainnya,” kata PZ dengan nada kesal menyaksikan ketidakadilan yang mereka tanggung, kepada Topikseru.com, Kamis (26/12).
Dia menjelaskan pukat trawl adalah jenis alat tangkap ikan yang dilengkapi jaring di belakang kapal. Pada jaring tersebut terdapat papan tarik yang terbuat dari besi atau kayu, yang berfungsi untuk mengeruk dasar laut.
Dampaknya, apa pun yang dilalui oleh jaring tersebut, termasuk terumbu karang dirusak oleh proses kerja pukat trawl.
Penulis : Jasman Julius
Editor : Muchlis
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya