Izam mengawali, sebulan sebelum pengasingan di Parapat, Sukarno diberangkatkan oleh Belanda dari Bandara Maguwo di Jogja tanggal 22 Desember 1948. Agresi Belanda ke II baru saja dilancarkan saat itu. Sukarno menuju Sumatera Utara, tepatnya ke Bandara Polonia. Ia lantas dibawa ke berastagi di Bukit Kubu selama 12 hari.
“Belanda menyampaikan tujuannya agar komunikasi antara Sukarno dan para pemimpin lain diputuskan. Dan tujuan kedua agar Sukarno menggagalkan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 27 Desember, Sukarno disodorkan selembar surat, dibaca bersama Agus Salim dan Sutan Syahrir. Disana Sukarno menegaskan tidak akan pernah menandatangani,” kata Izam.
Karena tidak mau menandatangani, Sukarno dibujuk akan diberi hadiah satu peti uang Golden dan satu peti pakaian mewah. Tapi Sukarno tetap dengan pendiriannya. Belanda tak menyerah dan kembali menyatakan akan memberikan apapun permintaan Soekarno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Disitu Sukarno memberikan jawaban yang luar biasa yang tidak disangka oleh pemimpin tentara Belanda, dia bilang, tunggu dulu saya tanya sama anak saya, kalau anak saya mau menandatangani surat ini, baru nanti saya tandatangani, disitu timbul pertanyaan Belanda siapa anaknya? Sukarno menjawab anak saya dari Sabang sampai Merauke,” tukas Izam.
Belanda Hendak Racuni Sukarno
Karena Sukarno tidak mau menandatangani, timbullah niat tentara Belanda untuk meracuni Soekarno. Itu dilakukan keesokan harinya pada 29 Desember 1948 pagi. Seorang pelayan di pengasingan di Bukit Kubu bernama Karno Subiran diberikan satu botol kecil berisi cairan. Ia diminta campurkan ke makanan soekarno, dengan alasan vitamin untuk mereka bertiga.
Beruntung Karno tidak percaya. Ia lalu mencampurnya dengan roti atau makanan yang biasa dimakan Sukarno. Dan hingga satu menit, roti itu berubah warna menjadi hitam semua.
“Disitu Karno melawan, katanya, gila kau, masa pemimpinku sendiri mau kuracuni sendiri. Racun itu dibuang Karno, karena dibuang, dia pun jadi sasaran, dipukul, diseret dan dijadikan tahanan rumah di daerah Berastagi dan ingin dieksekusi sama tentara belanda, tapi dengan lantang Karno menjawab siap mati demi pemimpin bangsa, dan disitulah Belanda mundur,” ujar Izam.
Sukarno Dijebloskan ke Penjara
Tak ada pilihan, tentara Belanda akhirnya menjebloskan Karno ke dalam Penjara. Dan sejak pagi sampai sore hari, Sukarno tidak berjumpa dengan Karno Suiran. Ia pun mempertanyakan keberdaaan Karno dan akhirnya mengetahui bahwa Karno di dalam penjara. Sukarno marah dan meminta tentara Belanda mengeluarkan Karno.
“Dia (Karno) dikeluarkan malam setelah sholat isa, lalu mereka bertemu berempat. Sukarno bertanya kepada Karno mengapa dimasukkan ke penjara, Karno menjawab karena ia menolak permintaan tentara belanda untuk meracuni Sukarno. Dan disitulah Soekarno bertanya, mengapa kamu tolak, Karno menjawab karena bapak adalah pemimpin saya, disitu mereka menangis, dan Sukarno memeluk Karno,” urai Izam.
Usai pembicaraan itu, Sukarno pun menyampaikan amanahnya. Agar jika mereka bertiga meninggal di tanah Karo, amanah itu disampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Amanah itu, yakni agar menjalankan perintah dan amanah Allah, agar jangan mengambil hak orang lain.
“Kalau itu bukan milik kita sendiri, karena kemerdekaan bangsa Indonesia itu bukan karena harta, tapi karena berkat rahmat dan hidayah allah dan itu sudah dicantumkan dalam UUD 1945. Dari kejujuran Karno Subiran inilah, Soekarno bisa berkomunikasi kembali kepada gerilyawan dan TNI,” imbuh Izam.
Dari sana, gerilyawan dan TNI menyusun rencana merebut Sukarno pada Januari 1949, tapi rencana itu diketahui tentara Belanda, Sukarno pun dipindahkan ke Parapat pada 4 Januari 1949.
“Dan di rumah inilah Sukarno ditempatkan selama 2 bulan bersama kedua tokoh. Selama dua bulan aktifitas Sukarno, Sutan Sjahrir dan KH Agus Salim dikawal ketat oleh tentara Belanda, tetapi setelah satu bulan, disitulah baru bisa berkomunikasi dengan gerilyawan Indonesia dengan tiga pelayan,” pungkas Izam.
Kisah Tulang Ayam dan Sayur Kangkung
Tiga pelayan menjadi pekerja di rumah dimana Sukarno, Sutan Sjahrir dan KH Agus Salim diasingkan di Parapat. Yakni Luddin Tindaon yang bertugas di dalam rumah, di luar rumah ada Bukka Sinaga dan sebagai petugas memasak yakni Hayat.
Izam yang mulai bertugas sejak 2013 di pesanggarahan itu menyebut, dari ketiga orang pekerja tersebutlah Sukarno akhirnya berhasil berkomunikasi dengan para gerilyawan. Sukarno memanfaatkan makanan yang ada, yakni tulang ayam dan sayur kangkung.
Setiap kali makan, Sukarno meminta agar Luddin Tindaon membawakannya daging paha ayam. Selesai makan, sisa tulang ayam ia bersihkan dan keringkan. Di tulang tersebutlah, ia menyisipkan surat untuk dibawa kepada para gerilyawan.
Penulis : Damai Mendrofa
Editor : Muklis
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya