Topikseru.com – Penegakan hukum terhadap Kapolres Belawan AKBP Oloan Siahaan yang diduga melakukan penembakan terhadap dua anak di bawah umur hingga menyebabkan satu korban tewas dan satu lainnya luka-luka, hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Publik dan sejumlah lembaga sipil mempertanyakan sikap kepolisian yang dinilai tertutup dan tidak transparan dalam penanganan kasus ini.
Peristiwa tragis yang terjadi di wilayah hukum Belawan, Sumatera Utara, ini memicu kecaman luas dan dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), bahkan berpotensi kuat sebagai extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga kini, informasi terakhir yang tersedia berdasarkan pemberitaan media tertanggal 5 Mei 2025 menyebutkan bahwa AKBP Oloan telah dinonaktifkan dan ditempatkan khusus (patsus) di Mabes Polri. Namun sejak itu, proses hukum terhadap Oloan seperti menghilang dari pemberitaan publik.
Patsus Bukan Pertanggungjawaban Hukum
LBH Medan menyatakan bahwa penonaktifan dan penempatan khusus tidak dapat dianggap sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum.
Menurut LBH, kasus ini harus diproses secara etik dan pidana, mengingat korban adalah anak di bawah umur.
“Ini bukan sekadar pelanggaran disiplin. Tindakan tersebut menghilangkan nyawa seorang anak. Maka penegakan hukum pidana harus segera dilakukan,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Saputra dalam pernyataan resminya.
LBH juga menekankan bahwa tindakan AKBP Oloan Siahaan melanggar hak hidup yang dijamin dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Hak hidup adalah hak asasi yang paling mendasar dan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Pelanggaran UU Perlindungan Anak dan Kode Etik Polri
Karena korbannya adalah anak, dugaan pelanggaran menjadi semakin berat. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pelaku kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian dapat diancam dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan denda miliaran rupiah.
Dari sisi etik, tindakan Kapolres Belawan juga diduga kuat melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011, yang melarang penyalahgunaan wewenang dan penggunaan kekuatan secara berlebihan.
Jika terbukti bersalah, Oloan bisa dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian.
Penulis : Muchlis
Editor : Damai Mendrofa
Halaman : 1 2 Selanjutnya