“Berdasarkan bukti transfer dan catatan bendahara PT DNG, totalnya mencapai sekitar Rp 1,175 miliar,” kata Eko Wahyu kepada wartawan usai sidang.
Uang tersebut disebut terkait sejumlah proyek besar di lingkungan Dinas PUPR Sumut, antara lain:
- Proyek penanganan long segment ruas Sipiongot–Batas Tapanuli Selatan senilai Rp 21 miliar lebih, dengan fee Rp 600 juta.
- Proyek peningkatan struktur jalan Padangsidimpuan–Hutaimbaru–Padangsidimpuan Batunadua senilai Rp 8 miliar, dengan fee Rp 240 juta.
- Proyek Sipiongot–Janji Manahan, Kabupaten Padanglawas Utara, dengan fee Rp 180 juta.
Selain kepada Mulyono, JPU KPK juga membeberkan bahwa sebagian uang suap mengalir ke sejumlah pejabat Dinas PUPR di kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan, dan Padanglawas Utara.
Sidang Dilanjutkan Pekan Depan
Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim menunda sidang dan menjadwalkan pembacaan tuntutan pada Rabu, 5 November 2025 mendatang.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran menyeret nama pejabat daerah dan kontraktor yang selama ini kerap bermain di balik proyek infrastruktur beranggaran besar di Sumatera Utara.
Skandal Lama, Pola Sama
Praktik “fee proyek” di lingkungan Dinas PUPR Sumut bukan kali pertama mencuat.
Sejumlah kasus sebelumnya juga menunjukkan pola serupa, pejabat berwenang menerima commitment fee dari kontraktor untuk memastikan proyek berjalan mulus, baik dari penunjukan hingga pencairan dana.
Kasus yang menjerat Kirun dan Mulyono menjadi bukti bahwa praktik suap di sektor infrastruktur daerah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi penegak hukum.