TOPIKSERU.COM, SIMALUNGUN – Tim hukum empat masyarakat adat yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Simalungun yang menolak gugatan praperadilan masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Sihaporas.
Gugatan praperadilan oleh Thomson Ambarita dkk itu menyoal proses penangkapan empat masyarakat adat oleh pihak kepolisian yang disertai kekerasan.
Kuasa hukum Thomson Ambarita dkk, Boy Raja Marpaung menilai hakim tidak mempertimbangkan terkait fakta adanya masyarakat yang salah tangkap.
“Dengan melepaskan Dosmar Ambarita, ini sebenarnya sudah terlihat bahwa pihak kepolisian tidak dilengkapi dengan surat penangkapan. Kalau ada, mengapa bisa salah menangkap,” kata Boy Raja Marpaung, Selasa (20/8).
Tim hukum juga menyoroti bahwa hakim yang memimpin putusan perkara ini, Anggreana E Roria Sormin, merupakan hakim yang memutus kasus Sorbatua Siallagan.
Boy Raja menyebut putusan hakim PN Simalungun ini, selain mengesampingkan fakta dan saksi, juga melegalkan perbuatan kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Padahal Nurida Napitu sebagai korban kekerasan hadir memberikan kesaksian bagaimana perlakuan yang dia terimanya. Bahkan, anaknya masih mengalami trauma hingga hari ini. Ini juga tidak menjadi pertimbangan oleh hakim. Padahal jelas sudah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia di dalamnya,” ujar Boy.
Hakim akhirnya menolak gugatan praperadilan masyarakat setelah berjalan selama tujuh hari dengan pengawalan demonstrasi dari masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL.
Polisi Tangkap 4 Masyarakat Adat
Sebelumnya, polisi menangkap empat masyarakat adat masing-masing Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba, Dosmar Ambarita dan Giovani Ambarita, pada 22 Juli 2024 pukul 03.00 WIB di Sihaporas.
Masyarakat menyebut penangkapan tersebut berlebihan dan menduga tidak sesuai prosedur atau tanpa surat penangkapan.
Oleh sebab itu, empat masyarakat adat mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Simalungun.
Hakim dalam putusannya menyatakan penangkapan tersebut sah sesuai prosedur kepolisian.
“Hakim tidak mempertimbangkan pernyataan saksi dan menurut putusan kesaksian tersebut baiknya masuk ke dalam ranah pidana,” kata Boy.
Dalam persidangan, salah satu saksi yang polisi lepas, Dosmar Ambarita, mengatakan tidak ada pemberitahuan dari petugas saat penangkapan.
Bahkan, kata dia, pemberitahuan identitas kepada pihak yang menculik mereka pun tidak ada.
Telah terjadi kekerasan dan pengerusakan atas sepeda motor milik masyarakat adat Sihaporas.
“Saksi (Dosmar) dalam persidangan menyampaikan bahwa perempuan dan anak-anak juga menjadi korban tindakan brutal dari oknum kepolisian. Saat itu ada Nurinda Napitu dan Arjuna Ambarita yang merupakan istri dan anak Jonny Ambarita yang menjadi korban kekerasan,” kata Boy Raja Marpaung.(Cr1/topikseru.com)









